Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengatakan terkait penghentian layanan skema buy now pay later (BNPL)  dari Akulaku Finance Indonesia tidak serta merta regulator melakukan penutupan bisnis paylater.

“Nggak sih, kami kalau ada permasalahan enggak menghapuskan inovasinya. Tapi bagaimana memitigasi risiko literasi edukasi, kemudian pengawasan perilaku orang-orangnya,” kata perempuan yang akrab disapa Kiki saat berbincang dengan Bloomberg Technoz, Jumat (27/10/2023). “So far belum ya kalau dihapuskan karena ini lagi berkembang.”

Untuk rincian perkembangan pembatasan kegiatan usaha BNPL dai Akulaku Finance, Kiki menegaskan OJK, melalui Departemen Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, masih terus memprosesnya.

“Ini kan dari tempat Pak Agusman [Kepala Eksekutif Pengawas PVML OJK] udah diberhentikan,  kalau saya dari sisi ada pelanggaran conduct-nya apa nggak, misalnya dari perilaku petugas penagihan, kemudian pengaduan konsumen, dan lain-lain, jadi belum bisa komen sekarang karena lagi diproses,” terang Kiki.

Menurut Friderica lebih penting untuk memberi pemahaman kepada masyarakat terkait risiko dan manfaat pembiayaan paylater. 

Ia menambahkan bahwa BNPL atau paylater merupakan inovasi teknologi industri pembiayaan. Pengembangannya tidak hanya terjadi di Indonesia tapi dunia.

“Yang penting berkembang dan bertanggung jawab, jadi misalnya dia [perusahaan paylater] jualan ke anak-anak muda supaya konsumtif it,  kami akan lihatin. Jadi nggak boleh kayak gitu. [Tetap akan] berkembang tapi bertanggung jawab,” papar dia.

Kiki menceritakan bagaimana pengelolaan bisnis paylater yang tidak bertanggung jawab sempat terjadi di kampus UIN Solo. Dimana perusahaan menyalahi tata kelola pemasaran pada bisnis yang mendorong masyarakat berbelanja tanpa memperhatikan profil individu.

"Kemarin ada kasus BNPL, itu kan dari kerja samda pihak ketiga, yang mahasiswa disuruh ngisi kolomnya, pekerjaannya buruh, supaya bisa di-acc [setujui] kantornya. Nah kayak gini-gini akan kami tindak," ungkap Kiki.

Untuk diketahui pada pertengahan Agustus ramai pemberitaan Mahasiswa Baru UIN Raden Mas Said Surakarta dipaksa mendaftar sebagai pengguna paylater. Hal ini merupakan kerja sama antara Dewan Mahasiswa (DEMA) kampus dengan sponsor, tanpa sepengetahuan Rektorat.

OJK langsung memantau kasus tersebut untuk memastikan tidak ada pelanggaran terkait aturan perlindungan konsumen, khususnya seperti tidak adanya penawaran yang sesuai kebutuhan dan kemampuan calon konsumen ataupun tata cara PUJK dalam memasarkan produk dan jasa keuangan. Juga faktor keamanan serta kerahasiaan data pribadi konsumen.

Dalam ikatan kerjasama dengan tiga perusahan termasuk perusahaan paylater yang terdaftar di OJK, mahasiswa baru diminta melakukan download dan registrasi pada aplikasi tersebut.  Mahasiswa baru kemudian diberikan akses kredit pinjaman antara Rp100 ribu - Rp300 ribu per orang. Beberapa bahkan telah mencairkan untuk belanja pulsa.

(wep)

No more pages