Kata Bea Cukai soal Tudingan Tekstil Ilegal China Gempur RI
Dovana Hasiana
27 October 2023 09:50
Bloomberg Technoz, Jakarta - Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani mengatakan perbedaan antara data ekspor tekstil China dan data impor tekstil di Indonesia memungkinkan terjadi karena faktor teknis.
Dua hal yang jadi kemungkinan, kata Askolani, pertama, terdapat perbedaan penggolongan barang yang terdaftar dalam harmonized system (HS). Artinya, penggolongan barang yang dilakukan oleh China dan Indonesia bisa berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Selain perbedaan HS, perbedaan harga juga dinilai merupakan faktor munculnya selisih data antara ekspor tekstil China dan impor tekstil Indonesia.
“Soal (selisih) jauh bisa dimungkinkan. Misalnya HS 2 barang antara A dan B. China mencatat HS A dominan, B nya kecil, tapi kita mencatat B besar dan A kecil. Kalau kita gabungkan (jumlah A dan B, sebenarnya) gap tidak banyak. Itu cara lihatnya, jangan kita adu satu HS, dia bisa beda HS,” ujar Askolani saat ditemui di Tempat Penimbunan Pabean (TPP) Bea dan Cukai Cikarang, Kamis (16/10/2023).
“Intinya harus kita review lebih dalam itu metodologinya harus disamakan, tidak bisa langsung kita adu apple to apple, sebab metodologi di China sama metodologi kita bisa beda, HS nya, harganya (bisa beda),” ujarnya.
Menurutnya selisih data itu tidak bisa langsung disebut sebagai ilegal.
Meski demikian, Askolani tidak menampik terdapat kemungkinan terjadinya penyelundupan atau impor ilegal. Sehingga Bea dan Cukai bekerja sama dengan lintas kementerian/lembaga melakukan pengkajian untuk memastikan tidak terjadi penyelundupan.
“Makanya untuk yang lalu kayak (perbedaan data) Nikel itu kita kaji sama KPK, melibatkan Kementerian Perdagangan, Kementerian ESDM, untuk melihat sama-sama secara komprehensif. Jadi yang pasti pengawasan tetap kita jalankan,” ujar Askolani.
Pernyataan Askolani berbeda dengan Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis DJBC, Mohammad Aflah Farobi. Aflah mengatakan, Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan mengonfirmasi data dari Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) yang mengungkapkan terdapat sekitar 28.480 kontainer tekstil ilegal yang masuk ke Indonesia setiap tahun.
“Betul, bahwa kami sudah melihat itu dan memang TPT (tekstil dan produk tekstil) ilegal ini yang jadi prioritas bersama-sama kami untuk mengawasinya,” ujar Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis DJBC, Mohammad Aflah Farobi dalam Media Gathering ‘Strategi Penerimaan Negara dalam APBN 2024’ di Puncak, Jawa Barat, Selasa (26/9/2023).
Ketua APSyFI, Redma Gita Wiraswasta menyebut angka 28.480 kontainer TPT ilegal dihasilkan setelah ada perbedaan angka yang signifikan antara catatan impor Indonesia versi BPS dengan data ekspor China ke Indonesia yang dikeluarkan General Customs Administration of China.
Berdasarkan data tersebut, ekspor TPT(HS 50-63) China ke Indonesia mencapai US$6,5 miliar atau setara Rp97,5 triliun (asumsi kurs Rp15.000). Di sisi lain, impor TPT yang dicatat BPS hanya US$3,55 miliar atau Rp53,2 triliun. Artinya, terdapat perbedaan data mencapai US$2,95 atau setara Rp44,2 triliun.
“Jika diasumsikan impor per kontainer bernilai Rp1,5 miliar, maka diperkirakan ada sekitar 28.480 kontainer TPT ilegal yang masuk per tahun, atau sekitar 2.370 kontainer ilegal per bulan,” jelas Redma dalam siaran pers, Jumat (15/9/2023). Menurutnya, kondisi ini yang membuat penurunan kinerja industri TPT nasional dalam beberapa tahun terakhir.
“Jumlah impor ilegal terus meningkat setiap tahun. Padahal beberapa tahun sebelumnya masih di bawah US$2 miliar,” imbuhnya.