Lonjakan harga dolar AS telah membuat pamor rupiah dan rupee tertekan ditambah penyempitan selisih imbal hasil investasi akibat kenaikan yield US Treasury yang sempat menyentuh kisaran di atas 5% beberapa waktu lalu, meski kini melandai lagi di 4,85%.
Saat ini, selisih imbal hasil investasi RI dengan Amerika berada di kisaran 231 bps, sementara India berjarak lebih lebar 251 bps.
Indonesia dan India menghadapi risiko besar harga minyak dunia yang bisa terus naik bila krisis geopolitik di Gaza meluas.
"Jika harga minyak terus tinggi dalam waktu lama, kami melihat India, Thailand, Filipina dan Indonesia lebih rentan terhadap kemerosotan perdagangan," kata Lavanya Venkateswaran, Ekonom Senior Oversea-Chinese Banking Corp.,Ltd., seperti dilansir Bloomberg News, beberapa waktu lalu.
Negara yang mengalami defisit kembar yaitu transaksi berjalan dan defisit fiskal juga rentan terhadap arus keluar modal asing. Indonesia diprediksi akan mencatat defisit fiskal di bawah 2,3%, sementara transaksi berjalan RI diperkirakan akan mencatat defisit 0,3% terhadap Produk Domestik Bruto.
Arus keluar modal asing (net outflow) dari pasar RI sejauh ini sudah mencapai US$ 2,1 miliar selama kuartal III-2023.
"Tekanan terhadap aliran modal asing terus berlanjut pada kuartal IV hingga 17 Oktober lalu sudah mencatat net outflows US$ 400 juta," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.
"Di antara valuta dengan imbal hasil lebih tinggi, kami memiliki sedikit preferensi terhadap peso Filipina dan rupee India ketimbang rupiah Indonesia," tulis tim ahli strategi HSBC.
India memiliki daya tarik di mata analis Natixis yakni fundamental makroekonomi cukup kuat sehingga masih menarik asing. "Fakta bahwa data India sangat kuat, data PMI terbaru mereka adalah yang terbaik di Asia, itu sangat membantu India," kata Garcia Herrero, analis Natixis.
Di luar rupee dan rupiah, mata uang Asia hari ini kompak menguat terhadap dolar AS menyusul data ekonomi AS yang dirilis tadi malam memperkuat optimisme puncak bunga the Fed sudah dekat.
Pelaku pasar bernafas lega usai data terbaru Amerika Serikat (AS) yang dirilis semalam menguatkan skenario soft landing perekonomian terbesar di dunia itu. Soft landing berarti, Amerika kemungkinan bisa menekan inflasi tanpa perlu memicu resesi dan pengangguran tinggi.
Meski Wall Street semalam ditutup merah, bursa saham di kawasan Asia kompak dibuka menguat termasuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau melenggang di zona hijau dengan penguatan 0,5%.
(rui/aji)