“Saya adalah penggemar berat lambaian ,”kata Erica Keswin, seorang ahli strategi workplace dan penulis. “Orang-orang ingin tahu kapan sesuatu dimulai dan berakhir. Awal dan akhir tersebut adalah apa yang saya sebut sebagai ritual yang memberi kita rasa memiliki dan koneksi.”
Erica tidak sendirian. Sebuah survei oleh jaringan profesional Fishbowl pada bulan Oktober menemukan bahwa 55% pekerja melambaikan tangan. Angka tersebut turun dari 57% dalam survei oleh Zoom Video Communications Inc tahun lalu. Tiga dari empat yang mengatakan demikian pada tahun 2021.
Penurunan bertahap ini seiring dengan meredanya pandemi dan jutaan pekerja kembali ke kantor. Hal yang tidak mengejutkan bagi Susan Wagner Cook, profesor di Departemen Ilmu Psikologi dan Otak Universitas Iowa.
“Ketika kebutuhan orang akan koneksi menurun, mereka cenderung tidak melambaikan tangan,” kata Cook.
Selama bertahun-tahun Cook mempelajari mengapa dan bagaimana manusia menggunakan isyarat tangan - mulai dari lambaian tangan yang bersahabat hingga jari tengah yang tidak bersahabat - agar tetap berkomunikasi dan terhubung.
Cook dan para ahli lainnya mengatakan lambaian tangan tidak akan hilang sama sekali. Salah satu alasan utamanya adalah resonansi motorik yaitu ketika seseorang melambaikan tangan, hampir secara otomatis kita akan melambaikan tangan kembali.
Berbagai penelitian psikologi sosial menunjukkan bahwa kita lebih cenderung berempati dan bekerja sama dengan orang yang memiliki gerakan yang sama dengan kita. Empati serta kerja sama tim merupakan hal yang sulit ditanamkan oleh banyak organisasi selama masa karantina wilayah akibat pandemi Covid-19.
“Dalam panggilan video, kesan terakhir sama pentingnya dengan kesan awal, dan melambaikan tangan mengirimkan sinyal kalau orang lain dapat merasa aman dengan kehadiran kita,” ujar Darren Murph, seorang penasihat kerja hybrid yang kini menangani komunikasi strategis di Ford Motor Co.
Jesper Aagaard, profesor psikologi dan ilmu perilaku di Universitas Aarhus, Denmark, mengatakan yang terjadi pada pertemuan virtual dan pertemuan tatap muka juga berperan dalam gelombang ini.
Setelah pertemuan tatap muka ada periode interstitial, saat orang berlama-lama dan mengobrol sambil berjalan keluar bersama. Namun, pertemuan video berakhir secara tiba-tiba dan peserta harus mengucapkan selamat tinggal secara bersamaan.
“Hal ini menibulkan kualitas berlebihan dan tidak nyata pada lambaian Zoom,” kata Aagaard.
Kecanggungan dalam melambaikan tangan membuat sebagian orang tidak nyaman, namun tidak melambaikan tangan berisiko para pekerja dianggap tidak sopan.
“Saya merasa terganggu ketika saya melambaikan tangan, dan orang-orang tidak balas melambai,” ujar Molly Beck, founder dan CEO produsen perangkat software komunikasi perusahaan, WorkPerfectly. “Saya menyetarakan ini dengan ketika Anda membukakan pintu untuk seseorang dan mereka tidak mengucapkan terima kasih.”
Dengan kata lain, kata Cook, biaya budaya untuk dianggap tidak sopan “lebih besar daripada perasaan sesaat seperti, 'Apakah saya orang aneh?”
Sejumlah pekerja menganut aliran melambai dengan syarat. Cali Williams Yost, seorang ahli strategi kerja fleksibel, mengatakan hanya melambaikan tangan saat Zoom dengan peserta baru, lebih merupakan gerakan untuk isyarat “senang bertemu dengan Anda”.
Tetapi dalam pertemuan mingguan grup yang sama, “jarang ada yang melambaikan tangan, termasuk saya.”
Bagi orang lain, jenis lambaian tanganlah yang penting. "Saya merekomendasikan lambaian tangan yang cepat, seolah-olah ada mobil lain yang mengisyaratkan memberi jalan pada Anda di persimpangan jalan, bukan jenis lambaian tangan yang lambat seperti ketika Anda berada di kendaraan hias,” kata Beck.
“Ini sedikit memalukan, klise, dan tidak memiliki tujuan selain dengan tulus mengakui keberadaan orang lain dalam pertemuan itu,” tulis jurnalis Justin Pot dalam postingan blog tahun 2021 tentang gelombang Zoom di situs web Zapier, pembuat perangkat lunak bisnis jarak jauh yang stafnya sering melakukan lambaian Zoom.
“Tapi itulah mengapa hal ini sangat bagus. Orang tidak perlu merasa tidak enak karena melakukannya.”
(bbn)