Menurut juru bicara pemerintah Chai Wacharonke, jika koalisi 11 partai Srettha menyetujui RUU tersebut, pekan depan. RUU tersebut akan melalui tiga putaran pembahasan di parlemen yang direncanakan akan diadakan kembali, pada Desember 2023.
RUU yang disebut dengan RUU Kesetaraan Perkawinan ini akan dibandingkan dengan RUU serikat sipil pemerintahan sebelumnya, yang berupaya mengakui kemitraan sipil sesama jenis di Thailand yang akan memungkinkan pasangan untuk mengadopsi anak, mengelola bersama aset dan kewajiban, serta mewarisi properti, tetapi tidak sampai melegalkan registrasi pernikahan sesama jenis.
RUU tersebut gagal mendapatkan persetujuan parlemen karena dibubarkan oleh Perdana Menteri Prayuth Chan-Ocha saat itu untuk membuka jalan bagi pemilihan Mei lalu.
Hanya dua negara di Asia — Taiwan dan Nepal — yang saat ini mengakui pernikahan sesama jenis, di antara kurang dari 40 negara di seluruh dunia. Minggu lalu, Mahkamah Agung India menolak melegalkan pernikahan sesama jenis, dengan alasan bahwa ini adalah masalah yang harus dipertimbangkan oleh parlemen.
Pemerintahan Srettha juga sedang bekerja dengan cepat menyusun RUU yang mungkin mengakui identitas gender dan melegalkan prostitusi, kata perdana menteri tersebut.
Srettha mengatakan Thailand juga berencana menjadi tuan rumah acara WorldPride di Bangkok pada tahun 2028. WorldPride pertama kali diadakan di Roma pada tahun 2000 dan biasanya diadakan setiap dua hingga tiga tahun sekali.
(bbn)