“Jadi [sekarang] seluruh manajemen PTPN 100% pilihan saya. Itu yang menjadikan otorisasi holding kuat,” ucapnya.
Selanjutnya, model organisasi dan tata kelola PTPN juga diubah, dulu terdapat holding dan anak perusahaan. Awalnya holding sebagai strategic holding diubah menjadi operating holding. Seluruh aspek strategik perusahaan mulai dari pengadaan, pemasaran, masalah sumberdaya manusia dan lainnya diambil alih.
“Dari situ asal mula PTPN dengan pendekatan top down bisa melakukan transformasi. Saya berterima kasih kepada seluruh jajaran holding dan anak perusahaan bahwa transformasi yang dilakukan PTPN relatif tidak ada riak-riak yang membuat gaduh. Ini Menjadikan kami lebih mudah bertransformasi,” katanya.
Utang Berkurang
Gani mengatakan, perihal kebun dan petani sebetulnya urusan yang mudah, tapi ia mempertanyakan mengapa PTPN selalu rugi. Saat holding terbentuk di akhir 2014, yang tadinya 14 menjadi hanya satu holding menjadikan PTPN memiliki posisi yang kuat baik di pasar, produsen, dan mitra.
“Persoalan di PTPN mengenai disparitas antar PTPN. Ada yang kaya raya tapi sulit membayar gaji, ada yang profitnya bisa banyak ton CPO, ada yang hanya 1 ton CPO. Dengan melakukan transformasi, kami potong biaya, kita tingkatkan produktivitas . Maka, akhirnya kita bisa perbaiki kondisi perusahaan,” katanya.
Gani menyatakan, saat pertama kali memimpin perusahaan, EBITDA saja tidak mencukupi untuk membayar bunga. Padahal, dalam peraturan minimal dua kali lipat. Kala itu perusahaan hanya mampu separuhnya.
“Dalam tiga tahun terakhir kami bisa mengurangi utang sampai Rp 8,5 triliun, bahkan kerugian selama 6 tahun sudah tertutup dari laba selama 3 tahun terakhir. Jadi, tentu yang kami lakukan bisa memperbaiki kondisi baik operasional maupun finansial,” imbuhnya.
Gani menyebut, setelah peraturan presiden perubahan PP No 26 Tahun 2021 tentang batas areal disetujui, PTPN akan ada subholding PalmCo dan SugarCo. Dengan terbentuknya SugarCo, PTPN dapat menjadi tulang punggung kemandirian gula nasional.
(mfd/dhf)