Bloomberg Technoz, Jakarta - Perhatian pelaku pasar akan terarah sangat serius pada pengumuman data pertumbuhan ekonomi dan inflasi Amerika Serikat (AS) yang akan dirilis nanti malam dan Jumat malam.
Pergerakan rupiah masih tersandera dan beresiko menembus rekor terendahnya sepanjang sejarah yang pecah pada pandemi Covid-19 lalu di level Rp16.575/US$. Hal ini mungkin terjadi apabila bank sentral AS, Federal Reserve benar-benar mengerek bunga acuan lagi.
Pelaku pasar global sejauh ini masih berada di zona semakin lemah ekonomi Amerika, semakin baik bagi pasar keuangan. Perekonomian yang memberi sinyal pelemahan akan menurunkan bobot peluang kenaikan bunga acuan Federal Reserve. Itu bisa membantu pasar keuangan 'mengambil nafas' sejenak.
"Semakin jelek data (Amerika Serikat), semakin bagus untuk rupiah. Sebab kalau jelek, tidak perlu menaikkan suku bunga," sebut Lionel Priyadi, Macro Strategist Samuel Sekuritas.
Para pemodal bahkan mungkin berharap akan ada sinyal resesi, satu-satunya hal yang mungkin bisa menahan langkah the Fed mengerek bunga acuan. Namun, bila sebaliknya yang terjadi, aksi jual dipastikan akan semakin massif dan menyeret aset-aset lawan dolar AS, termasuk rupiah.
Konsensus yang dihimpun oleh Bloomberg sejauh ini memperkirakan Amerika mencetak pertumbuhan ekonomi di 4,5% pada kuartal III-2023. Sementara prediksi pertumbuhan ekonomi AS sepanjang 2023 adalah di angka 2,2%.
Sementara pada Jumat malam, Amerika akan mengumumkan inflasi Personal Consumption Expenditure (PCE) di mana konsensus sejauh ini memperkirakan angkanya di 3,4%, lebih rendah dibanding Agustus 3,5%. Sedangkan inflasi inti PCE September diprediksi di 3,7%, menurun dibanding bulan sebelumnya di 3,9%.
Angka-angka itu menjadi gantungan nasib bagi arah pasar keuangan dunia, termasuk rupiah.
"Bila angka pertumbuhan ekonomi AS tahun ini 2,3-2,4%, dipastikan the Fed akan naikkan bunga acuan," sambung Lionel.
Begitu juga bila data inflasi ternyata lebih tinggi ketimbang prediksi, maka itu akan memberi sokongan lebih besar bagi the Fed menaikkan bunga acuan.
Kenaikan bunga acuan the Fed akan memicu badai lebih besar di pasar keuangan. Dana asing akan semakin deras mengalir keluar menyerbu dolar AS dan aset fixed income yang memberi imbal hasil semakin tinggi, kemungkinan hari ini kembali menembus 5%.
Resesi Dangkal
Ekonom Bloomberg Economics memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal III-2023 negeri paman sam itu sebesar 4,9%.
"Kami tetap berpandangan, PDB kuartal III Amerika [yang diprediksi kuat], tidak berkelanjutan," kata Anna Wong, Kepala Ekonom AS untuk Bloomberg Economics, dikutip dari Bloomberg News, Kamis (26/10/2023).
Ekonom menilai dengan prediksi pertumbuhan yang kuat di kuartal III, masih ada potensi dimulainya resesi dangkal di perekonomian Amerika mulai kuartal IV-2023.
Kuatnya pertumbuhan ekonomi kuartal III diprediksi tidak akan berlanjut karena faktor pendorong yakni konsumsi, persedian (inventory) dan perdagangan lebih mencerminkan potensi pelemahan di masa mendatang dibandingkan menjadi sebuah momentum yang langgeng.

Rupiah terpantau bergerak masih melemah di kisaran Rp15.930/US$ sampai siang jelang sore ini, menjadi valuta Asia terlemah kedua setelah won Korea Selatan.
Indeks Harga Saham Gabungan juga masih tergerus 1,3%, disusul yield Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun di kisaran 7,14%. Tenor 3 tahun mencatat kenaikan yield lebih tinggi 5,2 bps ke 6,87%.
Premi risiko investasi di Indonesia juga terpantau merangkak naik 3 bps ke kisaran 101,5.
(rui/aji)