Kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) lagi-lagi menjadi penyebab investor meninggalkan aset-aset berisiko di negara berkembang.
Setelah sempat terkoreksi, yield obligasi pemerintah AS naik lagi. Kemarin, yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun berada di 4,953%. Melonjak dibandingkan hari sebelumnya yang masih 4,84% atau terjadi kenaikan 11,3 basis poin (bps).
Kenaikan yield instrumen tersebut membuat pelaku pasar berbondong-bondong meninggalkan aset berisiko, apalagi di negara berkembang.
Dari dalam negeri, depresiasi rupiah menjadi sentimen negatif bagi IHSG. Siang ini, rupiah kembali lesu di hadapan dolar Amerika Serikat (AS).
Pada pukul 11:53 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 15.925. Rupiah melemah 0,41%.
Saat rupiah melemah, beban utang luar negeri emiten akan meningkat. Apalagi bagi emiten yang mengumpulkan pendapatan dalam rupiah, akan mengalami currency missmatch.
Pada akhirnya, currency missmatch itu akan menggerus laba. Ketika laba emiten jatuh, apalagi sampai rugi, maka investor sulit berharap akan datangnya dividen.
(aji)