Jika tidak ada pengendalian terhadap konsumsi BBM bersubsidi, menurutnya, hampir dapat dipastikan anggaran subsidi yang tidak sasaran akan makin bermasalah dan tidak mampu lagi memikul belanja negara, yang berujung pada risiko terhadap pertumbuhan ekonomi.
Di lain sisi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan mandeknya revisi aturan yang bakal membatasi penggunaan BBM bersubsidi, agar lebih tepat sasaran, dipicu oleh pembahasan di tiga kementerian.
"Kita sudah siap, cuma belum ketemu waktunya nih, belum ketemu bertiga; Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, dan kami [ESDM]," ujar Arifin saat ditemui di kantornya, Jumat (20/20/2023).
Ihwal revisi regulasi itu, Arifin mengatakan, nantinya akan diatur detail kriteria kendaraan yang dapat mengisi bensin bersubsidi jenis Pertalite, berikut dengan perbedaan harga sesuai dengan jenis volume mesin kendaraan atau cubicle centimeter (CC).
"Itu kan udah di petain, motor mobil jenis apa, itu masuk di dalam daftar di sistem IT Pertamina."
Pertamina sendiri sebelumnya sudah memberlakukan uji coba pembatasan pembelian Pertalite bagi kendaraan roda empat di beberapa daerah. Setiap pembeli diwajibkan memiliki QR Code untuk dipindai oleh petugas SPBU sebelum melakukan pembelian, melalui aplikasi MyPertamina.
Uji coba tersebut dilakukan di 41 kota dan kabupaten yang tersebar di tiga provinsi yakni Aceh, Bangka Belitung, dan Bengkulu. Uji coba juga dilakukan di Timika, Papua.
Dalam uji coba itu, bagi pemilik kendaraan yang telah mendaftar di aplikasi My Pertamina maka kita akan diminta untuk menunjukkan QR Code saat mengisi bensin. Melalui QR Code tersebut, aktivitas mengisi bensin per harinya akan terpantau di sistem Pertamina.
Terkait dengan subsidi energi, pemerintah melalui Kementerian Keuangan sebelumnya sudah menganggarkan subsidi dan kompensasi untuk sektor energi sebesar Rp329,9 triliun pada RAPBN 2024. Dari besaran tersebut, alokasi anggaran subsidi khusus energi dipatok sebesar Rp185,87 triliun.
Subsidi ini terbagi untuk belanja subsidi jenis BBM tertentu dan LPG 3 kg sebesar Rp110,04 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp75,83 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan naiknya nilai subsidi energi itu juga dipicu oleh asumsi nilai tukar rupiah yang dikerek ke level Rp15.000 per dolar AS dalam RAPBN tahun depan. “Kemudian, untuk energi dalam hal ini LPG 3 kilogram, listrik dan BBM, kita lihat konsumsinya meningkat cukup tajam.”
(ibn/wdh)