“Ini sebenarnya tantangan buat Indonesia, bagaimana kita bisa membawa investor masuk untuk fokus pada proyek-proyek clean coal. Bagaimana kita membuat pembangkit ini bisa mengolah, memakai batu bara, tetapi bersih tanpa mengeluarkan karbon atau karbonnya ditangkap, sulfurnya ditangkap,” kata Rahmat.
Salah satu tantangan terbesar batu bara adalah belum berkembangnya sistem yang dapat memerangkap emisi karbon dan sulfur dari pembakaran batu bara, sehingga komoditas tersebut selalu dianggap kotor.
“Kita mesti ingat, cadangan batu bara itu masih sekitar 30-an miliar ton. Kita ekspor rata-rata 600 juta ton setahun. Dengan diekspor saja, [cadangan batu bara RI masih cukup untuk] 200 tahun. Kemudian, kalau kita pakai sendiri, kita tidak ekspor, itu mungkin bisa sampai 500—600 tahun. Jadi, sebenarnya kita harus melakukan sesuatu dengan batu bara,” ujarnya.
Atas dasar itu, Rahmat menilai misi besar penghiliran batu bara tidak boleh sampai tersendat. Terlebih, di antara negara-negara produsen batu bara terbesar di dunia, Indonesia adalah yang paling akan terdampak secara ekonomis, jika komoditas tersebut dilarang untuk bahan bakar pembangkit listrik.
“Ini mungkin yang harus menjadi perhatian juga ke depannya, mengingat cadangan [batu bara] kita sangat besar. Dibandingkan dengan 5—6 negara lain yang memiliki cadangan batu bara, kita yang paling besar dampaknya saat batu bara harus dihentikan. Jadi, jangan dihentikan. Kita cari bagaimana bisa memakai batu bara bersih,” ujarnya.
Upaya Paling Realistis
Salah satu upaya terdekat yang bisa dilakukan untuk menjadikan batu bara sebagai industri yang lebih ramah lingkungan, sebut Rahmat, adalah dengan mengimplementasikan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon atau carbon capture and storage (CCS).
Hal tersebut sudah mulai dilakukan di Jepang dan China, meski secara teknologi masih belum berkembang pesat.
“Namun, hal yang mereka lakukan saat ini, hampir semua PLTU di sana sudah mulai menangkap sulfurnya. Jadi sudah mulai. Saya lihat beberapa negara juga sudah melihat begaimana pemanfaatannya bisa diteruskan, tetapi dengan mengurangi emisinya,” ujar Rahmat.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi menerbitkan aturan yang membolehkan pembiayaan lewat APBN untuk mendukung program percepatan pensiun dini PLTU berbasis batu bara.
Ketetapan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 103 Tahun 2023 tentang Pemberian Dukungan Fiskal melalui Kerangka Pendanaan dan Pembiayaan Dalam Rangka Percepatan Transisi Energi di Sektor Ketenagalistrikan.
Dalam beleid yang ditetapkan pada 4 Oktober itu, pemerintah juga menentukan skema pembiayaan untuk percepatan pengakhiran waktu kontrak perjanjian jual beli tenaga listrik (PJBL) melalui PLTU batu bara, dan pengembangan pembangkit listrik berbasis EBT.
"Dalam rangka percepatan transisi energi di sektor ketenagalistrikan, pemerintah memberikan dukungan fiskal melalui kerangka pendanaan dan pembiayaan," tulis Pasal 2 aturan tersebut.
Adapun, kerangka pembiayaan tersebut nantinya bakal melibatkan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), sebagai perusahaan dibawah naungan Kemenkeu yang beregrak dalam pembiayaan infrastruktur pembangunan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif tidak menampik pembiayaan program percepatan pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dapat menambah suntikan dana baru.
Dalam kaitan itu, Arifin berpendapat anggaran tersebut bisa memaksimalkan upaya percepatan pensiun dini PLTU batu bara agar segera bisa dialihkan untuk pengembangan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT).
"Kalau memangnya ada [anggaran dari APBN[, kenapa enggak? Sehingga bisa masuk nih energi baru," ujar Arifin saat ditemui dikantornya, Jumat (20/10/2023).
Dia pun optimistis dengan adanya kemungkinan bantuan dana melalui APBN itu, ke depannya, program pensiun dini PLTU itu bakal cepat terakselerasi.
Sekadar catatan, harga batu bara hari ini turun pada perdagangan kemarin. Koreksi yang membuat kenaikan harga dua hari sebelumnya nyaris terhapus.
Pada Selasa (24/10/2023), harga batu bara di pasar ICE Newcastle ditutup di US$ 136,5/ton. Anjlok 1,34% dibandingkan hari sebelumnya.
Pada 20 dan 23 Oktober, harga batu bara ditutup di zona hijau. Dalam 2 hari perdagangan, harga naik 1,35%. Jadi kenaikan tersebut hampir habis dengan koreksi kemarin.
Batu bara belum bisa lepas dari tren negatif. Dalam sepekan terakhir, harga komoditas ini terpangkas 3,76% secara point-to-point. Selama sebulan ke belakang, harga jatuh 13,53%.
(wdh)