Logo Bloomberg Technoz

Pemerintah menegaskan tidak ada upaya menahan arus investasi dari luar negeri,  termasuk oleh TikTok, ke pasar Indonesia selama tidak menabrak aturan.

Diketahui, revisi Permendag perihal izin Penyelenggara Perdagangan melalui Sistem Elektronik (PPMSE), menghambat operasi TikTok Shop yang sebelumnya menjalankan bisnis gabungan e-commerce dan media sosial dalam satu platform — lazim dikenal dengan nama social commerce.

Kini regulator melarang social commerce melakukan transaksi penjualan secara digital. Layanan dibatasi hanya untuk promosi.

“[Pertemuan CEO Tiktok dengan Jokowi] membahas Tiktok akan di sini atau nggak, ya harus buka platform baru atau mungkin investasi di platform lokal, kan bisa juga. Kita belum tahu nanti, kita dengar,” cerita Teten di sela-sela  GDP Venture Power Lunch.

Baca Juga: 3 Opsi TikTok Shop Hadir Kembali di Indonesia

Wacana kembalinya layanan e-commerce TikTok disampaikan oleh MayBank Sekuritas Indonesia dalam catatannya minggu lalu. Bahkan MayBank percaya bahwa kemitraan dengan pemain lokal, PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) adalah salah satu opsi terbaik.

Tiktok jadi aplikasi paling adiktif dari sisi waktu yang dihabiskan pengguna (Bloomberg)

Saat ditanya peluang berinvestasi pada platform lokal, termasuk bermitra dengan GOTO, Teten belum pernah mendengar hal tersebut. Namun yang pasti saat layanan e-commerce TikTok kembali tetap harus mengurus persetujuan, mulai dari izin dari Kementerian Investasi dan BKPM, Kementerian Komunikasi dan Informatika, hingga Kementerian Perdagangan.

“[TikTok Shop bermitra dengan GOTO] belum ada pembicaraan, saya belum tahu apakah TikTok akan berinvestasi sendiri atau bermitra dengan pengusaha lokal/platform lokal,” tegas Teten.

Kantor TikTok di Singapura. (Dok: Bloomberg)

Eddi Danusaputro Ketua Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (Amvesindo) menambahkan masih ada peluang e-commerce TikTok hadir kembali di Indonesia. Namun akan lebih nyata lagi jika TikTok benar-benar mendirikan perusahaan di Indonesia.

TikTok hingga kini hanya memperoleh izin terbatas sebagai kantor Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing (P3A). TikTok juga baru mengantongi izin Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) dan belum mengantongi PPMSE.

“Kalau mau full comply, ideally mereka harus buat PT [pendirian Perusahaan Terbatas] baru dan app [aplikasi] baru. Jadi misal ada yang mau belanja di Instagram, tinggal klik dan pindah ke app baru tersebut,” kata Eddi saat dihubungi Blommberg Technoz.

TikTok atau Douyin (penamaannya untuk pasar China) merupakan satu dari lima perusahaan teknologi China yang berevolusi memanfaatkan transformasi digital. Sisanya adalah Alibaba, Tencent, Baidu, dan JD. Para entitas ini terus mengembangkan ekosistem digital  di berbagai negara dan Indonesia adalah salah satunya.

Pada kasus TikTok terdapat 113 juta orang Indonesia yang terhubung di platrom. Dengan tambahan layanan Shop dan menghadirkan harga sangat murah (predatory pricing), dipercaya telah menghantam produk UMKM di pasar online ataupun offline.

Riset MayBank Sekuritas Indonesia secara rinci menggambarkan usai melarang e-commerce, TikTok dipercaya akan beradaptasi dengan peraturan baru dan mengurus lisensi perdagangan online.

“Kami percaya TikTok akan terus untuk mengembangkan bisnis e-commerce-nya, karena Indonesia adalah pasar yang menguntungkan,” papar dia. 

Dari ketiga opsi pengembangan bisnis, kemitraan dengan GOTO — grup teknologi lokal —  jadi paling ideal sekaligus paling mungkin terjadi dalam waktu dekat.

“Kami pikir cara tercepat bagi TikTok Shop untuk kembali beroperasi adalah melalui kemitraan dengan pemain yang sudah ada. Kami menyarankan tiga hal syarat penting untuk menjadi mitra Tiktok; memiliki ekosistem yang terintegrasi mulai dari logistik, pembayaran digital; memiliki basis pengguna yang besar di Indonesia; memiliki pemahaman yang mendalam tentang pasar lokal. Dengan asumsi model kemitraan, kami percaya GOTO adalah kandidat utama,” papar dia.

Bermitra dengan TikTok tentu mengarah pada unit bisnis e-commerce GOTO, yaitu Tokopedia. Berdasarkan data Momentum Works untuk wilayah Asia Tenggara tahun 2023, Tokopedia berada di peringkat kedua berdasarkan total transaksi perdagangan sepanjang 2022 atau sekitar US$18,2 miliar. Sedangkan TikTok berada di posisi lima besar, dengan nilai US$2,6 miliar. Jika perhitungan ini digabungkan, tentu jadi capaian baru bagi kedua platform e-commerce ini.

GOTO sendiri tengah berjuang mencapai EBITDA positif di akhir tahun ini usai mempersempit kerugian selama enam kuartal berturut-turut. GOTO fokus pada peningkatan pendapatan dan secara paralel memotong biaya seperti insentif dan promosi.  GOTO menargetkan memangkas pengeluaran hingga 65% pada 2023, juga memutuskan kebijakan PHK baru usai hal yang sama terjadi pada November dan Maret.

GOTO juga menghadapi perlambatan tren penurunan total nilai transaksi perdagangan (GMW) efek dari  melemahnya pengeluaran diskresioner yang lebih lemah dan kenaikan TikTok Shop.

Bloomberg Intelligence dalam laporannya menyatakan bahwa unit bisnis on-demand services menyumbang 56,1% dari penjualan kotor GoTo tahun 2022, diikuti oleh e-commerce sebesar 35,8%, layanan teknologi finansial 7% dan lainnya 1,6%. Bisnis fintech bertumbuh 52% dari GTV, belanja online 39% dan e-commerce 9%.

Pada laporan Bloomberg Intelligence, Selasa (24/10/2023) terdapat asumsi bahwa GOTO tetap memiliki posisi bisnis yang kuat khususnya pada layanan pengantaran makanan, online grocery, hingga jasa keuangan. GOTO dipandang tetap menjadi pemimpinan pasar e-commerce dan logistik pada ekonomi digital Indonesia. GOTO memiliki keunggulan cross-selling antara Gojek dan Tokopedia dan pengetahuan lokal.

“Namun para kompetitor seperti Grab dan Sea [lewat Shopee] bisa juga menangkap pangsa pasar yang leih besar dari bisnis internet di Asia Tenggara karena mereka karena mereka berekspansi secara internasional.” tulis Bloomberg Intelligence.

“PHKdan pengurangan biaya atau pengeluaran GOTO akan membantu menghemat dana tunai, yang cadangannya 30-50% lebih rendah dari para pesaing regional.”

(wep)

No more pages