“Tahun lalu tekanannya kuat sampai harga minyak di atas US$100/barel. APBN saat itu defisitnya turun. Lagi-lagi, ruang fiskal harus kita kelola, dan kita [dalam posisi] aman. Jaga [supaya] aman,” tuturnya.
Di lain sisi, kalangan ekonom menilai harga BBM bersubsidi kemungkinan besar tidak akan naik setidaknya sampai Februari 2024. Namun, hal tersebut bakal dibarengi dengan sejumlah risiko yang mengancam kredibilitas APBN.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebut rupiah yang terus melemah semestinya menjadi alasan kuat mengapa harga BBM bersubsidi —khususnya Pertalite— terpaksa harus dinaikkan dari harga jual saat ini Rp10.000/liter, selain akibat tren harga minyak dunia yang membandel di level tinggi melewati US$90/barel.
Akan tetapi, Bhima berpendapat pemerintah tentu memiliki pertimbangan politis untuk menjaga harga BBM bersubsidi tetap stabil hingga Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 usai.
“Setidaknya sampai Februari 2024 ya, harga BBM akan tetap stabil, listrik dan LPG 3 kg juga sama. Tinggal dampak ke APBN-nya, apa pemerintah siap? Kuota dan alokasi anggaran subsidi energi pastinya tidak cukup,” ujarnya, Senin (23/10/2023).
Menurut Bhima, setiap US$1 kenaikan harga Indonesian Crude Price (ICP) terhadap asumsi APBN 2024, maka belanja negara akan naik Rp10,1 triliun. Adapun, setiap Rp100/US$ rupiah melemah, belanja negara akan bertambah Rp10,2 triliun.
“Ya, kenaikan belanja Rp10,1 triliun ditambah Rp10,2 triliun kalau asumsi ICP dan rupiah meleset, di dalamnya terdapat pelebaran belanja subsidi energi,” terangnya.
Dia melanjutkan variabel kurs rupiah akan sangat berdampak pada pelebaran realisasi subsidi energi. Di sisi lain, tidak semua kalangan masyarakat siap menanggung beban kenaikan harga BBM nonsubsidi.
“Imbasnya pasti terjadi pergeseran [konsumsi] ke BBM subsidi. Konsekuensi lebarnya [selisih] harga BBM subsidi dan nonsubsidi juga dapat memicu kebocoran. Selama ini kan sudah terjadi kebocoran, misalnya Solar yang justru dinikmati perusahaan tambang dan perkebunan besar. Nah, kondisi harga minyak dunia hari ini bisa memicu kebocoran yang lebih besar,” tegasnya.
Setelah terseret jatuh nyaris menembus Rp16.000/US$ di pasar spot valas, hari ini rupiah berbalik menguat meninggalkan zona Rp15.900-an seiring dengan kebangkitan mata uang di Asia melawan dolar Amerika pagi ini.
Sementara itu, harga minyak dunia naik pada perdagangan pagi ini. Kenaikannya nyaris menyentuh 1%.
Pada Selasa (24/10/2023) pagi, harga minyak jenis Brent ada di US$90,69/barel, naik 0,96% dari penutupan perdagangan hari sebelumnya. Harga West Texas Intermediate (WTI) US$86,29/barel, naik 0,92%.
Harga minyak naik usai kemarin terkoreksi lumayan dalam. Brent anjlok 2,53% dan WTI ambruk 3,67%.
(wdh)