“Setiap hari bisa saja ada hal yang menguntungkan kami dan merugikan Hamas dan semakin hari bisa semakin sedikit angkatan udara yang dibutuhkan di Gaza sehingga akan memungkinkan memindahkannya ke bagian utara.”
Misi membubarkan Hamas – yang dicap sebagai organisasi teroris oleh AS dan Uni Eropa – tetap menjadi tujuan Israel. Menteri Pertahanan Yoav Gallant menegaskan pada hari Jumat bahwa tujuan utama Israel adalah menciptakan realitas keamanan baru di wilayah tersebut. Namun sebagaimana nasihat para pakar veteran keamanan menunjukkan Israel jangan terburu-buru.
Ada juga yang mengatakan bahwa fokus pada target tertentu dibandingkan pengambilalihan secara luas juga penting sehingga bisa melakukan “manuver” alih-alih “invasi.”
Bebaskan Sandera
Negosiasi sandera khususnya terhadap warga asing juga memberikan kerumitan tersendiri dalam konflik di Gaza. Negara-negara Barat juga meminta agar Qatar, negara yang menampung pemimpin Hamas selama ini ikut membantu agar sandera dibebaskan. Hal ini menjadi salah satu alasan Israel belum melakukan invasi darat.
Dua orang warga negara Amerika dibebaskan pada Jumat lalu yang negosiasinya ditengahi oleh Qatar. Pembicaraan mengalami kemajuan, kata orang-orang yang mengetahui situasi tersebut dengan syarat anonimitas.
Sementara itu PM Netanyahu yang disalahkan atas kegagalan kondisi keamanan pada 7 Oktober kini lebih berhati-hati dalam menggerakkan pasukan di Gaza kata sumber media. Seseorang yang berunding dengan pemimpin Israel mengatakan bahwa Israel, walaupun ibarat sedang mengulur waktu tetapi berusaha memukul Hamas sekeras mereka mampu.
Israel diketahui terus mengebom Gaza lebih intens dari udara dan dengan artileri berat. Kondisi ini bahkan menewaskan lebih dari 4.500 orang, menurut kementerian kesehatan yang dikelola Hamas. Ada tanda-tanda bahwa Hamas melemah dan hal ini menyebabkan serangan udara mungkin akan berlanjut lebih lama.
Sementara itu invasi darat apa pun masih diperkirakan membawa risiko besar bagi pasukan Israel. Hamas diyakini memiliki jaringan terowongan bawah tanah dan kelompok militan yang menunggu untuk merespons serangan darat.
Peran AS
Dalam konflik di Gaza, AS sendiri diketahui memainkan peran penting khususnya untuk Israel, mulai dari rencana serangan hingga nasihat dan dukungan terhadap pejabat tinggi Israel. Kedekatan AS dan Israel menyusul kian lunturnya hubungan baru Israel di dunia Arab.
Amerika diketahui memperingatkan akan banyaknya korban sipil sekaligus mendorong bantuan kemanusiaan untuk memasuki Gaza, lokasi di mana 2 juta warga Palestina berusaha bertahan hidup dan sewaktu-waktu bisa menjadi korban serangan. Pada saat yang sama, AS telah meningkatkan profil militernya di wilayah tersebut antara lain menambahkan dua armada berbasis kapal induk, lebih banyak sistem anti-rudal dan pasukannya.
Para pejabat Israel mengatakan bahwa mereka perlu mengirimkan dua pesan yang berbeda dan berlawanan. Yang pertama adalah kepada kelompok lain yang didukung Iran seperti Hizbullah berupa ancaman agar tak main-main. Pesan kedua adalah bagi Washington dan negara-negara Barat lainnya bahwa Israel memiliki nilai-nilai yang sama dengan mereka dan harus melawan militan Islam.
“Ini adalah peradaban melawan barbarisme,” kata Netanyahu kepada Perdana Menteri Yunani Kyriakos Mitsotakis pada hari Senin saat menerima kunjungannya. “Kita sama-sama beradab mari bersatu melawan Hamas.”
Tanda lain bahwa kepemimpinan Israel sedang menghitung ulang perang darat datang dari kemunculan tiba-tiba seorang skeptis militer, Itzhak Brik. Dia adalah seorang mayor jenderal cadangan dan ahli kontra-terorisme di Universitas Reichman di utara Tel Aviv. Brik merekam video beberapa bulan lalu yang mengatakan bahwa militer Israel sangat tidak siap menghadapi tantangan masa depan. Dia juga menentang pengerahan pasukan ke Gaza.
Brik awalnya sangat diabaikan. Namun kini diperlakukan oleh beberapa orang sebagai seorang visioner dan dia sudah dua kali dengan Netanyahu baru-baru ini. Para pendukungnya membanjiri media sosial dengan video tersebut. Diameramalkan bahwa Hizbullah akan menghujani 5.000 rudal per hari ke Israel dan mengirim 8.000 tentara untuk menduduki wilayah utara.
Kemudian, dia menambahkan bahwa para militan akan memasuki kota-kota dan berusaha membantai penduduk.
Hal ini menunjukkan perlunya persiapan lebih matang dan memastikan AS ikut terlibat. Hal ini disampaikan Avi Melamed yang merupakan mantan perwira intelijen dan penulis urusan Arab.
“Harus ada koordinasi antara Israel dan Amerika Serikat jadi harus cermat dan bersabar.”
(bbn)