Basis data ini didesain sejak 2020 dan telah dilakukan mulai tahun 2021. Basis data ini mengumpulkan data dari 93 platform media online di tingkat provinsi dan mengkode lebih dari 57 variabel unik. Pada rentang waktu 2021-2022, CVEW dataset mencatat total 2,335 insiden kekerasan kolektif yang mengakibatkan lebih dari 662 kematian dan menyebabkan 2,918 luka-luka serta 724 kerusakan infrastruktur.
CSIS mencatat, meskipun total insiden kekerasan kolektif yang terjadi pada 2022 menurun sebesar 8,7% yakni sebanyak 1.114 insiden dibandingkan pada 2021 yang sebanyak 1.224 insiden. Namun frekuensi insiden kekerasan kolektif malah meningkat. Misalnya pada kuartal IV 2022, insiden kekerasan kolektif meningkat sebesar 40% dengan jumlah 342 insiden bila dibandingkan pada kuartal I dengan jumlah 243 insiden.
“Jadi ini ada tren yang sama seperti tahun 2021. Semakin akhir tahun, kekerasan kolektif semakin meningkat. Kekerasan kolektif terjadi paling besar pada bulan November. Secara umum pada bulan itu terdapat 145 insiden kekerasan kolektif atau sekitar 50% lebih tinggi dari rata-rata bulanan,” kata dia lagi.
Sementara itu lonjakan insiden kekerasan kolektif dalam presentasi CSIS digambarkan terjadi pada bulan November di dua provinsi yakni di Sulawesi Selatan (Sulsel) dan Papua. Di Sulsel dengan angka 2,55 kali rata-rata bulanan. Contohnya adalah kasus kekerasan adalah kasus kekerasan antarpelajar dan main hakim sendiri di Kota Makassar. Di Papua angka rata-rata bulanan 2,51 kali. Contoh kasus antara lain kekerasan antardua kelompok pemuda di Sinakma, Jayapura selama 2 hari. Selain itu ada insiden Dogiyai antara orang asli Papua dan pendatang yang terjadi selama 4 hari.
"Jadi ini ada tren yang sama seperti tahun 2021. Semakin akhir tahun kekerasan kolektif semakin meningkat. Kekerasan kolektif terjadi paling besar pada Bulan November. Secara umum pada bulan itu terdapat 145 insiden kekerasan kolektif atau sekitar 50% lebih tinggi dari rata-rata bulanan," kata dia.
Terdapat 3 isu yang mendominasi insiden kekerasan kolektif pada 2022. Isu pertama main hakim sendiri yang meliputi 486 kejadian dengan 644 korban. Isu kedua kriminal dengan 147 kejadian dan 104 korban kemudian ketiga, isu identitas yakni 93 kejadian dengan 139 korban.
Hadir sebagai penanggap, Kepala Sub Direktorat Penanganan Konflik, Direktorat Kewaspadaan Nasional Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Anug Kurniawan mengatakan bahwa Kemendagri juga punya data sejenis yang diperbaharui secara berkala. Namun memang kata dia ada perbedaan di definisi kekerasan kolektifnya.
"Kalau saya lihat data yg ditampilkan tadi (oleh CSIS) dari seluruh Indonesia. Kekerasan yang sifatnya kecil sampai yg besar itu tercatat. Kalau kami mencatat khusus berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Ini yg membedakan data kami dengan CSIS," kata Anug.
Dia melanjutkan, data di Kemendagri untuk angka data kekerasan mengalami peningkatan terutama dalam peristiwa kekerasan antarpelajar sekolah. Gambaran itu kata dia jelas perlu menjadi perhatian.
"Ini cukup memprihatinkan," katanya.
(ezr)