Hon Hai Precision Industry Co., perusahaan Foxconn yang terdaftar di bursa, mengatakan akan bekerja sama dengan pihak berwenang. Saham perusahaan ini mengalami penurunan terbesar dalam lebih dari tiga bulan pada Senin.
Saham Foxconn Industrial Internet Co., anak perusahaan yang terdaftar di Shanghai juga jatuh 10%. Ini menjadi kerugian terbesar yang pernah tercatat. Sementara Luxshare Precision Industry Co., rival Foxconn yang berbasis di China, naik 4,9%.
China kerap tertutup dan tak menjelaskan tindakan yang diambil oleh regulatornya secara publik. Hal ini membuat perusahaan-perusahaan yang beroperasi di negara itu menerka-nerka dengan gelisah.
“Perasaan saya adalah bahwa para pimpinan negara ini benar-benar khawatir tentang pengaruh asing karena perbedaan pendapat, di kalangan elit, semakin meningkat,” kata Alicia Garcia Herrero, kepala ekonom Asia Pasifik di Natixis SA.
“Ini bukan sinyal untuk orang asing. Ini adalah sinyal untuk para elit: jangan ikuti jalur itu."
Foxconn adalah target yang mengejutkan dan sangat besar. Perusahaan ini telah menjadi dasar pertumbuhan China sebagai basis manufaktur teknologi tinggi Apple Apple, yang menjadi simbol peluang bagi perusahaan asing di negara tersebut.
Tesla Inc., misalnya, kini menjadikan China sebagai basis utama produksi kendaraan listriknya.
CEO Apple Tim Cook mengunjungi China pekan lalu, bertemu dengan Menteri Perdagangan Wang Wentao untuk menyatakan dukungan mereka untuk kolaborasi secara "win-win".
Kunjungan langka bos Apple itu menyusul langkah Beijing melarang beberapa staf di lembaga pemerintah dan perusahaan milik negara menggunakan iPhone produksi Apple karena alasan keamanan.
iPhone 15 terbaru juga mengalami awal yang mengecewakan di China setelah Huawei Technologies Co. mengejutkan pasar dengan ponsel Mate 60 berkemampuan 5G.
“Pimpinan yang menangani ekonomi dan menarik modal asing tak bisa mengendalikan situasi,” kata Herrero. “Jadi mereka hanya bisa menonton dan berharap meminimalkan kerusakan dengan mengumumkan pembukaan sektor-sektor tertentu.”
Pendiri Foxconn Terry Gou mengundurkan diri dari dewan perusahaan bulan lalu saat ia berkampanye untuk menjadi presiden Taiwan. Ia sebelumnya telah membantah klaim bahwa dia akan rentan terhadap tekanan China, jika dia memenangkan pemilu di Januari.
“Saya tidak akan tunduk pada ancaman China,” kata Gou pada Agustus lalu.
Investigasi saat ini pun menimbulkan kekhawatiran bahwa China mungkin mencoba mempengaruhi pemilihan presiden Taiwan yang akan datang, di mana hubungan pulau itu dengan China daratan akan menjadi masalah utama.
Xiaomeng Lu, direktur Geo-Technology di Eurasia Group, mengatakan bahwa China pasti memiliki dorongan untuk berbicara dengan Terry, tentang pemilihan presiden ini.
"China tidak boleh memaksa perusahaan Taiwan untuk menyatakan posisinya setiap kali ada pemilihan," kata Lai Ching-te, wakil presiden Taiwan, yang juga merupakan calon presiden.
"China harus mengakui bahwa perusahaan Taiwan memberikan kontribusi besar bagi ekonominya."
China telah meningkatkan pengawasan terhadap bisnis Barat di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik. Pada bulan Maret, pihak berwenang menggerebek kantor firma uji tuntas Mintz Group yang berbasis di New York di Beijing dan menahan lima karyawannya asal China. Pada bulan April, Bain & Co. mengkonfirmasi bahwa pihak berwenang China telah memeriksa staf di kantornya di Shanghai.
Bulan berikutnya, petugas keamanan negara China mengunjungi cabang Capvision, sebuah perusahaan konsultan dengan kantor pusat di New York dan Shanghai.
Takehiko Nakao, seorang pimpinan di Mizuho Research & Technologies, mengatakan bahwa penangkapan tanpa kejelasan publik atas alasannya telah menambah rasa tidak nyaman di kalangan perusahaan internasional
Sebanyak 17 warga Jepang telah ditahan di China sejak Mei 2015.
"Perusahaan Jepang ingin ekspansi tetapi juga agak berhati-hati," kata Nakao, yang sebelumnya memimpin Bank Pembangunan Asia (ADB).
"Jika ada satu yang mengalami itu, yang lainnya akan menjadi khawatir."
(bbn)