Program luar angkasa Korea Selatan merupakan langkah persiapan negara menuju ekonomi mutakhir yang membawa sektor teknologi tingginya.
Korea Selatan telah membayar Rusia sekitar 28,7 miliar won (US$ 22 juta dolar AS atau Rp 333 miliar) dari jumlah kesepakatan dengan Rusia yang disepakati sebelumnya sebesar 59,3 miliar won (Rp 690 miliar), menurut kantor anggota parlemen Park Wan-joo.
Lee Changin, dosen teknik kedirgantaraan Universitas Konkuk, Seoul mengatakan, keadaan ini tidak akan kembali seperti sedia kala walaupun perang berakhir. “Saya yakin Moskow akan mencoba masuk ke pasar Korea lagi setelah perang usai mengingat industri luar angkasa mereka tidak akan bertahan hanya dengan mengandalkan permintaan domestik. Ketika itu terjadi kondisinya sudah terlambat,” ujarnya, Bloomberg News melaporkan, Senin (20/2/2023).
Korea Selatan meluncurkan roket buatan dalam negeri pertamanya pada bulan Juni. Ia berhasil menempatkan satelit uji ke orbit dan tengah mencari kendaraan generasi berikutnya yang dapat membawa satelit yang lebih berat dan lebih kompleks tanpa bantuan negara lain.
Gagasan ambisius dalam memiliki kemampuan luar angkasa itu meningkat setelah Presiden Yoon Suk Yeol baru-baru ini mengumumkan rencana untuk mendaratkan pesawat di bulan pada tahun 2032 dan Mars pada tahun 2045.
Tentunya ada tujuan bisnis juga dibaliknya, yakni untuk meningkatkan pangsa ekonomi luar angkasa Korea Selatan menjadi 10% pada tahun 2045 dari perkiraan saat ini di 1%. Oh Tae-Seog menambahkan, untuk mencapai itu negara memerlukan jaringan pengembang luar angkasa nasional, dari perusahaan baru hingga perusahaan besar, dengan klaster industri yang tersebar di seluruh negeri.
Tetapi Korea Selatan masih harus mengejar ketinggalannya dalam bidang teknologi luar angkasa di mana negara seperti Rusia dan AS telah mengirim satelit ke orbit selama lebih dari setengah abad. China dan Jepang juga memiliki lebih banyak pengalaman, sedangkan Korea Utara telah mengirim rudal lebih jauh ke luar angkasa dibandingkan Korea Selatan.
Korea Selatan telah melihat jumlah pekerjaan di industri luar angkasa terus meningkat dari 6.708 pada 2017 menjadi 7.317 pada 2021. Pemerintah berencana menggandakan investasi tahunannya dalam penelitian dan pengembangan hingga 1,5 triliun won (Rp 17,5 triliun) pada 2027 untuk sektor ini. Saat ini, investasi Korea Selatan di bidang luar angkasa diperkirakan bernilai sekitar 2,3 miliar dolar AS (Rp35 triliun).
Sebagai perbandingan, industri luar angkasa di seluruh dunia menghasilkan pendapatan sekitar US$ 350 miliar (Rp 5,3 kuadriliun). Menurut perkiraan Morgan Stanley, angka itu berpotensi mencapai hingga US$ 1 triliun ( Rp15 kuadriliun) pada tahun 2040.
Area investasi utama Korea akan mencakup data satelit, navigasi, energi, dan sumber daya yang terkait dengan ruang angkasa, menurut kementerian sains.
“Jalur perusahaan kami mungkin berbeda dengan jalur perusahaan global seperti SpaceX. Korea Selatan kemungkinan akan mengambil pendekatan dengan membantu korporasi menemukan cara yang lebih murah untuk menempatkan satelit berkinerja tinggi ke orbit rendah,” kata Oh.
Meningkatnya antusiasme global akan luar angkasa terjadi setelah AS membuat program Artemis pada tahun 2017 untuk mengembalikan astronot ke bulan dan akhirnya mencapai Mars. Misi antariksa itu telah menarik kemitraan dari lebih dari 20 negara, termasuk Korea Selatan.
“AS adalah negara yang paling aktif berdiskusi dengan kami,” kata Oh. Korea Selatan melihat pembicaraan konkret yang terjadi antara kedua negara itu sebagai cara untuk bekerja sama dalam industri luar angkasa dan eksplorasi setelah persetujuan presidennya pada tahun lalu.
Korea Selatan tidak berencana untuk berkolaborasi dengan China, tetapi pemerintah tengah memperluas hubungan dengan negara lain, termasuk Australia dan Uni Emirat Arab.
Meski pengembangan roket ini bukan untuk tujuan militer, Oh mengatakan peluncuran roket ini sangat penting untuk memantau ancaman yang datang dari luar angkasa.
Menurutnya, industri luar angkasa yang terus tumbuh dengan kecepatan tinggi membuat negara tidak dapat mengabaikannya dari perspektif industri. “Ini juga penting untuk keamanan nasional di tengah perlombaan antariksa di antara negara-negara yang tengah memanas.” sambung Oh lagi.
--Dengan asistensi dari Sangmi Cha, Stephen Engle, Adrian Wong dan Andy Hung.
(bbn)