Lebih lanjut, upaya itu juga ditujukan guna memacu baterai kendaraan berbasis listrik atau electric vehicle (EV). "Itulah modal utama kita. dikasi modal utama mineral yang bisa membantu elektrifikasi energi bersih harus kita manfaatkan."
Sekadar catatan, smelter pirometalurgi adalah yang menggunakan teknologi rotary kiln-electric furnace (RKEF) untuk menghasilkan feronikel sebagai bahan baku komoditas besi dan baja nirkarat (stainless steel). Smelter nikel RKEF membutuhkan bijih nikel kadar tinggi (saprolite) sebagai bahan bakunya.
Sebaliknya, untuk keperluan produksi baterai kendaraan listrik, jenis yang dibutuhkan adalah nikel kadar rendah (limonite) yang diproses lewat smelter berteknologi high pressure acid leaching (HPAL) atau berbasis hidrometalurgi.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara Irwandy Arif juga sebelumnya mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, sepakat untuk tidak akan mengeluarkan lagi izin pembangunan smelter yang digunakan untuk proses pirometalurgi nikel kelas II ke depan.
Adapun saat ini, di Indonesia sendiri terdapat 44 smelter yang mengolah nikel menjadi baja nirkarat malalui proses pirometalurgi. Namun, proses hidrometalurgi ke arah baterai hanya diakomodasi oleh 3 smelter HPAL.
Konsumsi bijih nikel untuk pirometalurgi dengan saprolite adalah sebesar 210 juta ton per tahun dan limonite sebesar 23,5 juta ton per tahun.
Selain itu, saat ini juga terdapat 25 smelter yang sedang tahap konstruksi membutuhkan pasokan nikel sebanyak 75 juta ton per tahun. Sementara itu, untuk arah proses baterai hidrometalurgi ada 6 smelter yang sedang konstruksi dengan kebutuhan biji 34 juta ton per tahun.
Pada tahap perencanaan ke arah pirometalurgi, terdapat 28 smelter dan 10 smelter untuk hidrometalurgi dengan kebutuhan masing-masing 130 juta ton per tahun dan 54 juta ton per tahun.
(ibn/wdh)