“Tax minimum global kan bagi negara yang sudah maju, yang tidak mempunyai bahan baku tapi punya capital cukup. Itu strategi mereka agar industri tidak keluar dari negara mereka,” lanjutnya.
Kedua, melarang ekspor bahan baku untuk membangun industri dalam negeri, khususnya untuk produk-produk yang penting bagi kebutuhan masyarakat Indonesia, seperti liquefied petroleum gas (LPG).
Sebab, subsidi LPG pada tahun ini diperkirakan menembus Rp100 triliun karena Indonesia mengimpor 7 juta ton LPG.
“Contohnya impor 7 juta ton LPG. Negara bayar sekitar Rp5.600 atau Rp5.700 per kilogram gas yang rakyat beli. Padahal sekarang kan harganya USD850 juta per ton. Nah itu kita punya devisa keluar, kali 7 juta kita impor, udah berapa itu?” ujarnya.
“Jadi kita harus fokus pada hilirisasi pada produk yang jadi kebutuhan negara. Pikiran saya, atas dasar kajian dari BKPM, seluruh produk yang dibutuhkan untuk rakyat Indonesia yang berasal dari impor harus kita mampu mengklasifikasi untuk kemudian kita membangun industrinya dalam negeri,” tutupnya.
(dov/ain)