Proyek ini mengalami kendala usai pemerintah melalui BP Batam harus memindahkan 900 kepala keluarga dari calon lokasi tersebut. Sejumlah warga melakukan aksi protes dan demo karena menolak relokasi. Bahkan, bentrok turut menyebabkan korban luka-luka dan beberapa warga dipenjara.
"Ini memang design besar yang ingin investasi besar itu tidak masuk ke Rempang. Batam ini kan perlu dibuat dalam rangka menyaingi Singapura," kata Bahlil.
Pemerintah setidaknya sudah dua kali gagal meloloskan investasi untuk membangun Pulau Rempang. Usaha pertama berlangsung pada 2004 saat ada minat investasi besar dari beberapa negara. Jelang pelaksanaan, masyarakat kembali dimobilisasi berdemo dan menolak, sehingga proyek gagal. Hal serupa kembali terjadi saat investasi mau masuk pada 2010.
"Sekarang Xinyi, ada uang ratusan triliun, bos," kata Bahlil.
Dia pun meminta masyarakat dan media membantu pemerintah menepis potensi gagalnya Rempang eco City. Pemberitaan buruk tentang proyek tersebut secara terus menerus dan masif akan menimbulkan keraguan dan ketakutan pada investor dan calon investor.
"Syarat utama investasi itu, Negara harus memberikan rasa aman untuk investor agar bisa masuk," ujar Bahlil.
Toh, kata dia, pemerintah sudah bersepakat dengan warga Pulau Rempang tentang proyek relokasi. Pemerintah sudah menawarkan tanah, rumah, hingga uang kompensasi bagi warga terdampak. Hingga saat ini, sudah lebih dari 300 Kepala Keluarga (KK) menerima tawaran tersebut.
(dov/frg)