Xi mengatakan para delegasi menandatangani kesepakatan senilai US$97,2 miliar atau setara Rp1.537,73 triliun untuk beberapa sektor termasuk energi bersih, tetapi belum ada informasi publik soal sifat kesepakatan tersebut, atau berapa banyak yang dialokasikan di sektor-sektor tersebut.
"Tidak banyak diskusi tentang proyek-proyek tertentu," kata Raffaello Pantucci, senior fellow di S. Rajaratnam School of International Studies di Singapura.
"Sepertinya ini lebih merupakan perayaan besar-besaran ketimbang pengumuman sesuatu yang konkret.”
Hingga baru-baru ini, investasi luar negeri China ditandai dengan pengeluaran besar untuk infrastruktur utama, termasuk untuk bahan bakar fosil.
Dari US$235 miliar yang dijanjikan untuk proyek energi antara 2008 dan 2021, dua pertiga dialokasikan untuk infrastruktur bahan bakar fosil dan pembangkit listrik tenaga batu bara, demikian menurut Pusat Kebijakan Pengembangan Global Universitas Boston.
Pendekatan Belt and Road yang lebih hijau telah mendapatkan dukungan dari pemerintah asing, terutama negara-negara Barat, yang telah mengkritik program pinjaman China. Lebih sedikit pemimpin negara yang hadir pekan ini dibandingkan dengan dua pertemuan sebelumnya, dan Italia, satu-satunya anggota G-7 yang terlibat dalam inisiatif ini, telah mengumumkan akan keluar tahun ini.
Perusahaan-perusahaan China telah mencari lokasi luar negeri untuk pabrik teknologi bersih. Selama forum, Trina Solar Co. dan TCL Zhonghuan Renewable Energy Technology Co. sama-sama menandatangani kesepakatan untuk lokasi manufaktur di Timur Tengah.
Damilola Ogunbiyi, Special Representative of the UN Secretary-General for Sustainable Energy for All, mengatakan perusahaan-perusahaan manufaktur energi bersih China juga dapat mendapatkan manfaat dari permintaan yang terus berkembang untuk peralatan tenaga surya dan angin, terutama di tempat-tempat di mana pemerintah masih bekerja untuk memberikan listrik secara konsisten kepada semua orang.
Jika produsen energi bersih China juga membangun pabrik di negara-negara tersebut, hal itu akan memperluas rantai pasokan dan membawa manfaat ekonomi di negara tuan rumah.
"Tidak ada yang bisa lari dari nol bersih sekarang," katanya. "China melihat ini sebagai peluang ekonomi."
(bbn)