Namun harus diakui, depresiasi rupiah untuk saat ini adalah yang terdalam di Benua Kuning.
Faktor Penekan Rupiah
Dari sisi eksternal, tekanan terhadap rupiah datang dari lonjakan harga minyak. Harga si emas hitam melesat akibat konflik di Timur Tengah antara Israel dengan kelompok Hamas.
Dalam sepekan terakhir, harga minyak Brent dan West Texas Intermediate (WTI) melonjak masing-masing 5,89% dan 6,26%.
Indonesia adalah negara net importir migas. Saat harga minyak makin mahal, devisa yang ‘terbakar’ untuk impor tentu makin banyak. Akibatnya, pasokan valas di dalam negeri terkuras sehingga rupiah sulit menguat.
Dari dalam negeri, cadangan devisa Indonesia berkurang drastis akibat tingginya biaya impor dan stabilisasi nilai tukar. Dalam 6 bulan terakhir, cadangan devisa turun US$ 10 miliar.
“Langkah Bank Indonesia untuk terus menggunakan cadangan devisa ketimbang menaikkan suku bunga membuat perekonomian berisiko mengalami defisit likuiditas ganda. Uang beredar baik rupiah maupun valas mengalami kontraksi,” tegas Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Bahana Sekuritas, dalam risetnya.
(aji)