Sekadar catatan, bijih nikel sudah sudah resmi dilarang untuk pasar ekspor sejak 1 Januari 2020, sedangkan bauksit yang telah dicuci dilarang untuk dijual ke luar negeri sejak 10 Januari 2023. Masing-masing sesuai dengan tenggat yang diinginkan pemerintah.
Sementara itu, konsentrat tembaga sedianya dilarang ekspor mulai Juni tahun ini, bersamaan dengan washed bauxite. Namun, saat itu Freeport meminta ‘penundaan’ lantaran proyek smelter katoda tembaganya di Manyar, Gresik, Jawa Timur belum dapat dirampungkan tahun ini karena terhambat pandemi Covid-19.
Pemerintah pun memberikan relaksasi, sehingga konsentrat tembaga baru akan dilarang ekspor pada pertengahan 2024, selaras dengan janji Freeport Indonesia untuk mengoperasikan smelter Manyar pada Mei tahun depan.
Bukan Kegagalan
Dalam kaitan itu, Djoko berpendapat andaikata situasi yang dihadapi perusahaan mineral lain sama seperti Freeport, mereka tentunya akan diberikan relaksasi ekspor juga.
Menurutnya, kali ini Freeport meminta tambahan relaksasi ekspor bukan karena smelter Manyar gagal beroperasi tepat waktu, tetapi hanya membutuhkan proses dan waktu untuk bisa mencapai kapasitas produksi 100%.
“Tentunya pemberian relaksasi akan mempertimbangkan kemajuan dari setiap perusahaan yang mengajukan relaksasi, dengan mempertimbangkan aspek tekno-ekonomi, dari pemberian relaksasinya,” jelas Djoko.
Untuk diketahui, total investasi smelter Manyar hingga akhir tahun ini diproyeksi mencapai US$2,7 miliar atau setara dengan Rp42,45 triliun, asumsi kurs saat ini. Smelter itu dirancang dengan kapasitas pengolahan untuk sekitar 1,7 juta ton konsentrat menjadi kurang lebih 600.000 ton katoda tembaga per tahun.
Dalam wawancara dengan Bloomberg Technoz belum lama ini, Presiden Direktur Freeport Indonesia Tony Wenas mengatakan progres pembangunan smelter Manyar per Agustus sudah mencapai 78%.
Dia pun optimistis pabrik katoda tembaga terbesar di dunia itu bakal beroperasi penuh pada Mei 2024, sesuai dengan syarat izin usaha pertambangan khusus (IUPK). "Progresnya per Agustus sudah 78%. Kami yakin Mei 2024 selesai, sudah mulai bisa beroperasi," ujar Tony.
Saat pabrik di Manyar –yang merupakan single aisle smelter tembaga terbesar di dunia – beroperasi nantinya, Tony optimistis Freeport akan menjadi produsen katoda tembaga terbesar ke–5 di dunia.
“Apalagi, nanti kalau Amman Minerals juga akan memproduksi katoda tembaga. PTFI dan Amman – atau Indonesia – akan menjadi produsen katoda tembaga terbesar ketiga di dunia,” ujarnya.
Belakangan, Freeport pun kembali menyatakan masih membutuhkan perpanjangan ekspor konsentrat tembaga melewati tenggat larangan ekspor yang dikehendaki pemerintah, yaitu pada Mei 2024. Penyebabnya, smelter katoda di Manyar baru bisa berproduksi dengan kapasitas penuh pada akhir tahun depan.
“Smelter PTFI masih dalam proses ramp up produksi hingga Desember 2024 untuk mencapai kapasitas produksi maksimal, sehingga masih diperlukan izin ekspor konsentrat tembaga setelah Mei 2024,” ujar Vice President Corporate Communications Freeport Indonesia Katri Krisnati kepada Bloomberg Technoz, akhir pekan lalu.
(wdh)