Logo Bloomberg Technoz

Macro Strategist dari Samuel Sekuritas Indonesia Lionel Priyadi menilai, BI terlalu meremehkan dalam memperkirakan keberanian The Federal Reserves untuk terus menaikkan bunga acuan bahkan hingga di atas 5,75% bahkan 6% bila pasar tenaga kerja di AS tidak kunjung melonggar. 

“Tindakan investor asing menjual SUN dan keluar dari pasar domestik 2 minggu ini menunjukkan kekhawatiran mereka terhadap langkah BI yang terlalu percaya diri,” kata Lionel.

Di obligasi valas, tekanan jual mulai terlihat. Yield SBN berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS) tenor 10 tahun pada perdagangan hari ini menyentuh 5,1805%, tertinggi sejak 21 November 2022.

Yield obligasi berbanding terbalik dengan harga. Kenaikan yield menunjukkan harga sedang turun karena tekanan jual.

Sumber: Bloomberg

Sementara premi Credit Default Swap (CDS) Indonesia tenor 5 tahun juga naik ke posisi tertinggi sejak 10 Januari 2023. CDS adalah instrumen yang 'mempertaruhkan' kemungkinan gagal bayar (default) obligasi. Kenaikan CDS berarti pelaku pasar memandang risiko default obligasi Indonesia meningkat.

Sumber: Bloomberg

Terlalu Agresif, Kurang Konservatif

Pekan depan, tekanan pada rupiah diperkirakan akan terus meningkat. Akan ada banyak rilis data penting dari negeri paman sam yang menentukan pergerakan kebijakan finansial global. 

Antara lain, data inflasi Personal Consumption Expenditure (PCE) atau Indeks Harga Belanja Personal yang menjadi acuan inflasi dalam hitungan The Fed, kemudian ada risalah rapat Federal Open Market Comittee/FOMC, revisi data Produk Domestik Bruto, dan Purchasing Managers' Index (PMI).

Dengan segenap hal tersebut, analis menilai BI masih akan berhadapan lagi dengan situasi di mana kenaikan lagi BI rate menjadi sebuah keniscayaan. “Kecuali BI mau mengambil risiko pelemahan rupiah hingga ke level Rp 15.300 - Rp 15.400 per dolar AS. Namun, ini akan berdampak kurang baik bagi pasar saham maupun obligasi kita,” jelasnya.

"Mengejar pertumbuhan ekonomi tinggi di tengah situasi perlambatan ekonomi global dan ketidakpastian yang tinggi menjadi sebuah langkah yang terlalu agresif dan kurang konservatif"

Macro Strategist Samuel Sekuritas Lionel Priyadi

BI memutuskan menahan bunga di level 5,75% pada Rapat Dewan Gubernur yang digelar Kamis (16/2/2023). Langkah BI menjadi pengecualian di tengah gelombang kebijakan bank sentral di berbagai negara yang terus mengerek bunga. 

Bank of Korea Selatan (BoK) telah mengerek bunga acuan 25 bps pada Januari 2023 menyusul inflasi yang terus melesat di negeri kimchi itu. Begitu juga India yang diperkirakan akan melanjutkan kenaikan bunga, seiring tekanan inflasi yang belum melandai di negeri itu.

Untuk Indonesia, inflasi Januari memang terus melandai di kisaran 5,28%, turun dari 5,51% pada Desember 2022. Akan tetapi, inflasi inti masih di atas kisaran target bank sentral kendati bergerak melandai di posisi 3,27% pada Januari, dari 3,36% di bulan sebelumnya. 

Inflasi Indonesia semakin melandai mendorong real interest rate positif (Bloomberg)

Toh, Gubernur BI Perry Warjiyo percaya diri bahwa BI7DRR di level 5,75% masih memadai untuk memastikan inflasi inti tetap ada di kisaran 3 plus minus 1% pada semester I-2023 dan inflasi Indeks Harga Konsumen ke 3 plus minus 1% pada semester II-2023. 

BI menilai, rupiah memiliki cukup alasan untuk menguat sepanjang tahun ini. Pertama, fundamental rupiah cukup kuat di tengah ketidakpastian ekonomi global. Pada 2022, Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi 5,31%, naik signifikan dibandingkan 2021 yang sebesar 3,69%.

Capaian PDB 2022 itu juga menjadi yang tertinggi sejak 2013 serta menjadi capaian pertumbuhan ekonomi tertinggi selama pemerintahan di bawah Presiden Joko Widodo.

Kedua, menurut Perry, tingkat inflasi domestik rendah. Dengan begitu, imbal hasil riil akan lebih menarik karena tidak terlalu digerus oleh inflasi.

Ketiga, tingkat keuntungan yang menarik. "Imbal hasil SBN (Surat Berharga Negara) jangka pendek kami buat menarik dan jangka panjang menarik," kata Perry.

Keempat, BI terus melakukan upaya stabilisasi rupiah dengan berbagai jurus operasi moneter. 

Kelima, ketidakpastian di pasar keuangan global dinilai mulai mereda. "Ke depannya, ketidakpastian akan mereda apalagi setelah ada kejelasan dari The Fed," demikian Perry.

Sebagai informasi, rupiah menguat lebih dari 2% terhadap dolar AS sejak awal tahun ini. Rupiah menjadi mata uang terbaik Asia, bahkan salah satu yang terbaik di dunia.

Teknikal

Dilihat dari kacamata analisis teknikal, nilai tukar rupiah menghadapi dolar AS berpotensi menguat ke kisaran Rp 14.880 - Rp 14.730 per dolar AS. Analisis Divisi Riset Bloomberg Technoz, menggunakan data USD-IDR hari ini dengan indikator Moving Average (MA) untuk menentukan area level resistance dan area level support. Berdasarkan indikator MA, pergerakan rupiah saat ini tengah mendekati area MA-5. 

Analisis Teknikal Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS Data Jumat 17/2/2023 (Riset Bloomberg Technoz)

Terdapat level yang sangat menarik dicermati pada trendline (garis putih) pada level Rp 15.050 per dolar AS. Sekaligus level ini menjadi level krusial, apabila berhasil breakout, maka rupiah ada potensi menuju Rp 14.880 atau penguatan terbaik akan menuju area MA-400 pada Rp 14.730.

Sebagai gambaran, MA merupakan indikator harga rata-rata dalam rentang waktu tertentu, yang kemudian dihubungkan ke dalam bentuk garis. Melihat berbagai sentimen yang ada, dan indikator teknikal, prospek penguatan rupiah sebenarnya masih sangat potensial dalam tren jangka pendek.

Namun, rupiah harus melewati level psikologis pada Rp 15.050 terlebih dahulu untuk mengkonfirmasi tren penguatan sejalan dengan sentimen dan optimisme pasar, sedangkan level resistance rupiah ada pada MA-60 Rp 15.377 per dolar AS.

(rui/aji)

No more pages