Dia menambahkan, pengalaman bisa menjadi aset berharga dalam kepemimpinan dengan pertimbangan pengalaman, memberikan pemahaman yang mendalam tentang industri, organisasi, atau bidang tertentu. Ini dapat membantu pemimpin dalam mengatasi tantangan dan membuat keputusan yang lebih baik.
Pengalaman juga memberikan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan kepemimpinan yang diperlukan, seperti kemampuan komunikasi, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan. “Pemimpin yang memiliki pengalaman bisa membangun reputasi yang kuat dan mendapatkan kepercayaan dari bawahan atau rekan kerja,” ucapnya.
Belakangan, ramai pemberitaan mengenai gugatan uji materi Pasal 169 huruf q Undang-undang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang diajukan dua orang mahasiswa Universitas Surakarta (UNSA), Arkan Wahyu Re A dan Almas Tsaqibbirru Re A terhadap Mahkamah Konstitusi.
Dalam gugatan tersebut, keduanya menilai banyak kepala daerah yang berprestasi dan memiliki kinerja positif namun tak bisa maju menjadi capres dan cawapres hanya karena terjegal batas usia.
Dalam perkara ini, keduanya menilai pasal batas usia bertentangan dengan UUD 1945 karena menetapkan batas minimal seseorang bisa maju sebagai capres-cawapres adalah berusia 40 tahun. Padahal, menurut mereka, banyak kepala daerah berusia di bawah 40 tahun yang memiliki kinerja baik dan cocok menjadi pemimpin negara.
MK lantas mengabulkan sebagian gugatan uji materiil terhadap UU Pemilu soal batas usia capres-cawapres di perkara itu. Dalam putusannya MK mengabulkan kepala daerah dan anggota legislatif yang di bawah 40 tahun bisa maju di pilpres karena sudah berpengalaman.
(mfd/spt)