Logo Bloomberg Technoz

Dalam 10 tahun belakangan, padahal, pendanaan yang disalurkan China melalui program BRI mencapai US$1 triliun atau setara dengan Rp15,7 kuadriliun. Aliran dana tersebut mayoritas diterima oleh negara-negara miskin dan berkembang, termasuk Indonesia.

Indonesia sendiri sejauh ini tercatat di jajaran teratas negara yang terlibat inisiatif yang disebut-sebut sebagai Jalur Sutera Baru China itu dengan nilai proyek ditaksir sekitar US$20,3 miliar atau sekitar Rp312,4 triliun, berdasarkan catatan AidData pada 2021.

Presiden Joko Widodo bersama Presiden Xi Jinping (Dok: BPMI/Setpres Kris)


Tak Konsisten

Bhima mentuturkan, proyek yang didanai oleh BRI tersebut mencakup pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar fosil, yang masih menyumbang sekitar 245 juta ton produksi karbon dioksida per tahun.

Terlebih, kata dia, Indonesia juga masih banyak memiliki proyek BRI yang berisiko tinggi terhadap lingkungan dan sosial, termasuk pembiayaan smelter nikel yang masih menggunakan PLTU berbasis batu bara dalam skala besar.

Direktur Studi China-Indonesia CELIOS Muhammad Zulfikar Rakhmat pun mengakui investasi China di sektor energi terbarukan masih jauh lebih sedikit dibandingkan dengan energi kotor.

Zulfikar menuturkan, sebanyak 86% pendanaan China masih tersalurkan untuk pengembangan PLTU batu bara melalui China Development Bank (CDB) dan China Export-Import Bank (CHEXIM).

"Padahal, pidato Xi Jinping pada 2021 telah secara tegas berkomitmen untuk menghentikan pembangunan pembangkit listrik bertenaga batu bara. Realitasnya, dalam konteks Indonesia, janji tersebut ternyata masih menjadi komitmen hampa, mengingat belum ada tindakan serius atas isu ini dari dua belah pihak, baik China maupun Pemerintah Indonesia,” tegas Fikar.

Lebih lanjut, bukti dari lemahnya komitmen China untuk beralih ke investasi energi bersih terlihat pada laporan China Belt and Road Initiative Investment Report 2022 yang menyebutkan masih terdapat proyek yang melibatkan pengembangan captive power plant untuk energi listrik.

Selain itu, China masih mengalirkan dana yang deras untuk mendukung energi kotor melalui proyek jumbo pembangkit listrik captive, salah satunya yakni pembangkit listrik tenaga termal 4x380 megawatt di Pulau Obi yang merupakan proyek PT Halmahera Jaya Feronikel, sebuah perusahaan patungan antara Lygend dari China dan Harita Group dari Indonesia.

Fasilitas pemrosesan nikel yang dioperasikan oleh Harita Nickel di Pulau Obi, Maluku Utara, Indonesia, Rabu (8/3/2023). (Dimas Ardian/Bloomberg)

"Tidak hanya itu, Power Construction Corp atau dikenal dengan Power China juga masih terlibat dalam proyek pertambangan batu bara di Provinsi Kalimantan Tengah dengan target akan menjual 30 juta ton batu bara."

Imbas Program Penghiliran

Sementara itu, Zulfikar menuturkan, program penghiliran pemerintah Presiden Joko Widodo  – yang dinilai sebagai salah satu faktor ketergantungan RI terhadap pendanaan BRI – mendorong sumbangan emisi karbon yang lebih banyak, terutama pada industri nikel.

Dominasi itu terlihat dari investasi pertambangan RI yang nilai realisasinya mencapai Rp135,4 triliun per 2022.

“Kegencaran pemerintah dalam melakukan hilirisasi nikel untuk transisi energi menjadi salah satu faktor tingginya angka investasi di sektor pertambangan yang kurang ramah lingkungan," tuturnya.

(ibn/wdh)

No more pages