Hal ini bertentangan dengan Permendag Nomor 20 tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor sebagaimana telah diubah oleh Permendag Nomor 25 tahun 2022. Dalam pasal 8 ayat (1) Permendag 25/2022 dinyatakan apabila permohonan perizinan usaha dinyatakan lengkap, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan izin tersebut.
“Dirjen Daglu telah melakukan tindakan melampaui wewenang dengan kategori mencampuradukkan wewenang karena tindakan Dirjen Daglu yang belum menerbitkan SPI di luar cakupan bidang atau materi wewenang yang diberikan kepadanya dan bertentangan dengan tujuan dan peruntukan wewenang yang diberikan kepadanya sebagaimana telah ditetapkan dalam peraturan-peraturan,” ujar Yeka dalam kegiatan Penyerahan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) yang disiarkan secara virtual, Selasa (17/10/2023).
Ketiga, terdapat dugaan maladministrasi penundaan berlarut dalam penerbitan SPI bawang putih bagi pelapor yang sangat melebihi jangka waktu pelayanan 5 (lima) hari kerja setelah dokumen dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan.
Bentuk dugaan maladministrasi ke empat adalah penyimpangan prosedur dalam penerbitan SPI Bawang Putih dengan menambah tahapan prosedur diperlukannya pertimbangan berupa Menteri Perdagangan terlebih dahulu sebagai dasar persetujuan suatu permohonan
Terakhir adalah dugaan maladministrasi berupa diskriminasi. Sebab, berdasarkan laporan yang diterima Ombudsman, Dirjen Daglu dalam penerbitan SPI bawang putih dengan perlakuan penerbitan SPI bawang putih yang berbeda dan tidak sesuai dengan urutan permohonan yang dinyatakan lengkap terlebih dahulu untuk diterbitkan SPI bawang putih.
“Pelapor menyampaikan informasi terdapat pemohon yang baru memohon, namun dalam waktu tidak terlalu lama kemudian, SPI nya diterbitkan dengan bukti tangkapan layar. SPI bawang putih tersebut diterbitkan pada tanggal 27 Juli 2023 yang diajukan pada tanggal 13 Juli 2023. Sementara pelapor sudah mengajukan dan dinyatakan lengkap pada Februari 2023,” ujar Yeka.
"Ombudsman RI meyakini bahwa maladministrasi dalam pelayanan publik merupakan pintu masuk bagi tindakan korupsi. Ombudsman RI menyerahkan sepenuhnya kepada Aparat Penegak Hukum (APH) untuk dapat mendalami, menyelidiki sehingga permasalahan serupa tidak terjadi di kemudian hari ," tutupnya.
LAHP Ombudsman pun telah diserahkan kepada Sekretaris Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Mardyana Listyowati, mewakili Dirjen Perdagangan Luar Negeri Budi Santoso yang berhalangan hadir. Penyerahan itu turut disaksikan Plt Menteri Pertanian Arief Prasetyo Adi.
Respon Plt Mentan
Pada kesempatan tersebut, Plt Mentan Arief mengakui, proses pemberian izin impor di Kemendag memang tergolong lama. Adapun terdapat jarak hingga 1 bulan dari pascapenerbitan Rekomendasi Produk Impor Hortikultura (RPIH) oleh Kementerian Pertanian hingga penerbitan SPI oleh Kemendag.
“Tapi biasanya kalau saya komunikasi sangat cepat tuh. (Misalnya) ‘Pak mendag tolong ..’ besoknya langsung bisa. Apakah info itu tidak sampai ke Mendag apa gimana? Saya tidak mengerti. Tapi kalau itu ikut rapat terbatas biasanya sangat cepat. Beras kemarin sangat cepat,” ujar Arief.
Arief juga menyentil para importir yang tidak melaksanakan penugasan padahal sudah diberikan izin impor. Hal ini pun mengganggu stok nasional karena realisasi yang tidak berjalan sesuai dengan penugasan impor.
“Itu impor gula kita hanya 26% importasinya. Keluarin aja orang-orang yg setelah izin dikeluarin, tidak dikerjakan. Ada pelaku usaha yang kejar sampe ke Pak Yeka (Ombudsman), abis ini kita kejar balik, udah dapet izin impor dari Mendag, realisasinya gula 26%. Punish dong, kalau saya, besok saya pastikan (mereka) tidak dapat kuota impor. Kenapa? Karena itu ganggu,” tutupnya.
(dov/ain)