“Dan kami langsung bersama-sama berdoa untuk keselamatan kami. Lalu kami berlindung ke area Makam Daud, sambil menjalankan tour di area indoor di sana. Sambil tour guide kami mencari tempat bomb shelter umum di area itu tapi ternyata tidak ada. Dan setelah setengah jam lebih, sudah tidak terdengar lagi suara sirine & rudal susulan sehingga kami pindah lagi ke situs lain,” tambah Louisa.
Louisa bercerita, setelah dari Makam Daud, dirinya dan rombongan berangkat ke Gereja Ayam Berkokok tetapi di sana ternyata ada bunyi sirine lagi jadi kita buru buru berlindung lagi ke dalam gedung kafetaria.
“Setelah tidak terdengar suara apapun, kita keluar dari kafetaria. Setelah itu, langsung ada pemberitahuan dari pemerintah Israel. Bahwa semua kegiatan tour harus dihentikan,” ujar Louisa.
“Jadi kita harus balik ke hotel untuk berlindung karena di hotel ada bunker yang besar & muat untuk semua orang.
Padahal hari itu kita masih banyak tempat yang harus dikunjungin, seperti tembok ratapan, gunung zaitun dll,” tambahnya.
Louisa menceritakan kondisi gedung-gedung & kota saat itu masih aman karena menurut orang Israel, rudal dari Hamas juga akan hancur ditangkis oleh kecanggihan teknologi Israel. “Walau langit bertabur rudal kota tetap aman saat itu,” tambahnya.
“Menurut tour guide lokal kami, ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Rudal tidak pernah sampai ke kota Yerusalem. Baru pertama kali ini terjadi lagi setelah kemerdekaan Israel,” tambah Louisa.
Louisa menceritakan warga Israel sempat khawatir dengan perang tersebut. Tetapi rumah-rumah mereka sudah dibangun dengan bunker agar keluarga mereka tetap aman.
(spt/dba)