Logo Bloomberg Technoz

"Apakah Mahkamah pernah berubah pendirian? Pernah, tetapi tidak pernah terjadi secepat ini, di mana perubahan terjadi dalam hitungan hari," lanjut dia.

Saldi yang merupakan pakar Hukum Tata Negara itu juga mengatakan, bila ada perubahan seperti ini maka harus ada argumentasi yang sangat kuat berdasarkan fakta yang berubah di masyarakat. 

"Fakta penting apa yang telah berubah di tengah masyarakat sehingga mahkamah mengubah pendiriannya dari putusan Mahkamah Konstitusi nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 dengan amar menolak sehingga berubah menjadi amar mengabulkan dalam putusan a quo?" imbuh dia.

Saldi mengungkap rapat permusyawaratan hakim (RPH) yang diadakan dan perubahan begitu cepat soal putusan ini.

RPH ke-96 untuk memutus perkara Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 pada tanggal 19 September 2023 dihadiri oleh delapan hakim yakni Saldi Isra, Arief Hidayat, Manahan MP Sitompul, Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Enny 
Nurbaningsih, Daniel Yusmic P. Foekh, dan M. Guntur Hamzah. 

Tercatat, RPH 96 tanggal 19 September 2023 tersebut tidak dihadiri oleh Hakim Konstitusi dan sekaligus Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman. Diketahui Anwar merupakan adik ipar Presiden Jokowi. Hasilnya, enam hakim sebagaimana amar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023, sepakat menolak permohonan dan tetap memosisikan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagai kebijakan hukum terbuka (opened legal policy) pembentuk undang-undang. Sementara itu, dua hakim memilih sikap berbeda (dissenting opinion).

Namun dalam RPH berikutnya, masih berkenaan dengan norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017, RPH kemudian dihadiri oleh sembilan hakim konstitusi. Beberapa hakim yang dalam perkara nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 telah memosisikan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagai kebijakan hukum terbuka pembentuk UU tiba-tiba menunjukkan ketertarikan dengan model alternatif yang dimohonkan di dalam petitum 90/PUU-XXI/2023. yang dimohonkan mahasiswa Universitas Surakarta (UNSA) Almas Tsaqibbirru

Padahal kata Saldi, model alternatif yang dimohonkan oleh dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 secara 
substansial telah dinyatakan sebagai kebijakan hukum terbuka juga dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023.

"Tanda-tanda mulai bergeser dan berubahnya pandangan serta pendapat beberapa hakim dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUUXXI/2023 tersebut telah memicu pembahasan yang jauh lebih detail dan ulet. Karena itu, pembahasan terpaksa ditunda dan diulang beberapa kali," katanya, disiarkan kanal MK.

Keanehan lain kata dia, para pemohon perkara nomor 90-91/PUU-XXI/2023 sempat menarik permohonannya dan kemudian sehari setelahnya membatalkan kembali penarikan tersebut. 

"Bahwa terlepas dari 'misteri' yang menyelimuti penarikan dan pembatalan penarikan tersebut yang hanya berselang satu hari, sebagian hakim konstitusi dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 berada pada posisi Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagai kebijakan hukum terbuka pembentuk 
undang undang, kemudian pindah haluan dan mengambil posisi akhir dengan mengabulkan sebagian Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023," ujar Saldi Isra.

Dia mempertanyakan jikalau RPH tetap dihadiri oleh 8 hakim MK apakah putusan akan tetap menolak gugatan uji materiil tersebut.

Saldi juga sempat mengatakan bahwa ada hakim yang berpendapat bahwa putusan ini harus cepat dikeluarkan lantaran berkejaran dengan tahapan pemilu. Padahal menurut hakim MK ini, belum ada titik temu yang jelas dan menyita waktu perdebatan tentang amar frase jabatan publik berupa elected official yang dikabulkan itu.

"Namun demikian, di antara sebagian hakim yang tergabung dalam gerbong 'mengabulkan sebagian' tersebut seperti tengah  berpacu dengan tahapan pemilihan umum presiden dan wakil presiden sehingga yang bersangkutan terus mendorong dan terkesan terlalu bernafsu untuk cepat-cepat memutus perkara a quo," tutupnya.

Diketahui empat hakim yang menolak yaitu Saldi Isra, Arief Hidayat, Wahiduddin Adams dan Suhartoyo. Sementara hakim yang mengabulkan yakni Anwar Usman, Manahan Sitompul, Guntur Hamzah dan dua orang lagi mengabulkan dengan menambahkan opini berbeda (concurring opinion) yakni Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic.

(ezr)

No more pages