MK juga menolak gugatan Partai Garuda yang meminta hakim menambah klausul 'atau berpengalaman sebagai penyelenggara negara.' Berbeda dengan para mahasiswa UNSA, Partai Garuda meminta petitum yang lebih luas yaitu penyelenggara negara.
Dalam pertimbangannya, hakim kemudian menilai penyelenggara negara tak bisa dijadikan patokan kelayakan maju pada Pilpres.
Mahkamah setidaknya membedakan dua penyelenggara negara yaitu pejabat yang berasal dari pemilu seperti presiden, wakil presiden, kepala daerah, dan anggota legislatif. Serta, pejabat yang dipilih penyelenggara negara lainnya seperti menteri, duta besar, dan para pimpinan lembaga negara.
Hal yang sama juga pada Perkara nomor 55/PUU-XXI/2023 tersebut diajukan dua Kader Partai Gerindra yaitu Wali Kota Bukittinggi Erman Safar dan Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa. Petitum dan pertimbangan hakim nyaris sama dengan perkara yang diajukan Partai Garuda.
Berdasarkan uji materi mahasiswa UNSA, Guntur mengatakan, mahkamah menilai secara tekstual aturan berusia paling rendah 40 tahun bisa dibuat alternatif atau dipadankan dengan pengalaman sebagai kepala daerah di tingkat provinsi atau pun kabupaten dan kota.
Mahkamah menilai, kepala daerah sebagai jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum atau elected official. Sehingga mereka dianggap layak untuk menjadi peserta pemilu presiden dan wakil presiden.
"Apabila salah satu dari dua syarat itu terpenuhi [usia minimal 40 tahun atau berpengalaman jadi kepala daerah], maka seorang WNI harus dipandang memenuhi syarat untuk diajukan sebagai calon presiden dan wakil presiden," kata Guntur
Akan tetapi, aturan batas usia tersebut tak bisa dipadankan dengan penyelenggara negara yang berasal dari penunjukkan atau appointed official.
"Bagi pejabat appointed officials semata, dapat diajukan menjadi capres dan cawapres melalui pintu masuk usia minimal 40 tahun," ujar Guntur.
Dia menilai, seorang kepala daerah berusia muda atau di bawah 40 tahun pun tak serta merta langsung bisa menjadi capres atau cawapres. Menurut dia, masih ada dua filter lagi yang harus dilalui tokoh muda tersebut untuk lolos menjadi pemimpin negara.
Dua tahap tersebut adalah mendapat persetujuan dan diajukan sebagai capres atau cawapres oleh sebuah partai politik atau koalisi politik. Meski sudah diusung, kata Guntur, mereka masih harus membuktikan diri dengan mendapatkan dukungan masyarakat melalui pemilu.
"Sehingga permohonan pemohon [mahasiswa UNSA] beralasan menurut hukum sebagian," ujar Guntur.
Dua mahasiswa UNSA ini memang mengajukan gugatan karena kagum pada sosok Gibran Rakabuming Raka yang menjabat sebagai Wali Kota Solo. Akan tetapi, langkah putra sulung Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk ikut kontestasi Pilpres terjegal Pasal 169 huruf q karena masih berusia 36 tahun.
(frg/wep)