Logo Bloomberg Technoz

Rupiah Terkepung Krisis Timur Tengah, Harga Minyak, dan Dolar AS

Ruisa Khoiriyah
16 October 2023 14:10

Karyawan memperlihatkan uang dolar AS dan rupiah di pusat penukaran uang di Jakarta, Rabu (11/10/2023). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)
Karyawan memperlihatkan uang dolar AS dan rupiah di pusat penukaran uang di Jakarta, Rabu (11/10/2023). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Nilai tukar rupiah tak kuasa menahan tekanan sentimen negatif yang memupus pergerakannya melawan dolar Amerika Serikat, di tengah masih panasnya konflik geopolitik di Timur Tengah juga data neraca dagang September yang memberi sinyal beban perekonomian ke depan kian menantang.

Rupiah terpuruk sejak memulai perdagangan dan semakin melemah pasca pengumuman data neraca dagang September 2023 yang memperlihatkan tren penurunan ekspor berlanjut untuk bulan keempat.

Angka impor bahan baku/bahan baku penolong yang terus melanjutkan penurunan juga memantik kecemasan terkait pelemahan aktivitas industri. Ditambah lonjakan impor minyak yang luar biasa mencapai 94,4% selama September, imbas dari kenaikan harga minyak dan pelemahan nilai tukar rupiah bulan lalu, membebani prospek rupiah ke depan dengan ancaman lebih jauh pada transaksi berjalan.

Rupiah akan semakin kesulitan mencari pijakan untuk menguat, terkepung kombinasi tiga faktor pemberat yaitu lonjakan harga minyak dunia, harga dolar AS yang kian mahal dan krisis geopolitik. Di antara banyak negara-negara emerging market Asia, Indonesia meskipun memberikan imbal hasil tinggi, sejauh ini di kisaran 6,76% untuk surat utang tenor 10 tahun, akan tetapi dinilai lebih rentan akibat tiga faktor tersebut.

“Di antara mata uang dengan imbal hasil lebih tinggi, kami memiliki sedikit preferensi terhadap peso Filipina dan rupee India dibandingkan rupiah Indonesia,” kata analisis HSBC Holdings seperti dilansir oleh Bloomberg News, Senin (16/10/2023).

Negara-negara berkembang menghadapi kerentanan dengan harga minyak yang tinggi (Bloomberg)