Sedangkan gugatan Partai Garuda tercatat dalam perkara nomor 51/PUU-XXI/2023. Dalam perkara tersebut, Ketua Umum Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana dan Sekretaris Jenderal DPP Partai Garuda Yohanna Murtika meminta hakim menambah klausul 'atau berpengalaman sebagai penyelenggara negara' pada Pasal 169 huruf q UU Pemilu. Sehingga, tokoh yang berusia di bawah 40 tahun bisa tetap menjadi capres atau cawapres dengan syarat pernah menjadi penyelenggara negara.
Akan tetapi, menurut Saldi menilai penggunaan frasa penyelenggara negara tak jelas karena sangat beragam. Setidaknya, dia membedakannya menjadi dua yaitu penyelenggara negara yang berasal dari pemungutan suara seperti presiden, wakil presiden, kepala daerah, dan anggota legislatif. Sedangkan penyelenggara negara lainnya berasal dari pemilihan presiden seperti menteri, dan duta besar; serta pemilihan DPR seperti pimpinan lembaga negara.
Hal ini, menurut Saldi, membuat MK tak bisa menggunakan frasa penyelenggara negara sebagai pengecualian untuk meloloskan tokoh muda maju sebagai capres dan cawapres. "Berkenaan persyaratan calon presiden dan calon wakil presiden berusia 40 tahun dikecualikan bagi calon yang memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara adalah tidak beralasan hukum," kata Saldi.
Demikian pula dengan Perkara nomor 55/PUU-XXI/2023 tersebut diajukan dua Kader Partai Gerindra yaitu Wali Kota Bukittinggi Erman Safar dan Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa. Petitumnya nyaris sama dengan Partai Garuda.
Partai Gerindra dan Partai Garuda sendiri adalah rekanan dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) pada Pemilu 2024. Koalisi ini mengusung Menteri Pertahanan dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai capres. Hingga saat ini, koalisi tersebut belum memiliki nama cawapres.
Belakangan KIM dikabarkan getol menggaet putra Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang sekaligus Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka. Keinginan mereka memperteguh sebagai koalisi penerus pemerintahan Jokowi akan lancar jika MK mengabulkan gugatan batas usia capres-cawapres.
Gugatan ini memang menjadi perhatian masyarakat. Bahkan MK mendapat sebutan baru dari pengkritiknya dengan sebutan Mahkamah Keluarga. Ejekan ini merujuk pada keberadaan Anwar Usman sebagai ketua MK yang merupakan adik Ipar Jokowi usai menikah dengan adik kandung presiden, Idayati pada Mei 2022.
Selain itu, MK juga berpegang bahwa persoalan batas usia dalam undang-undang adalah open legal policy, meski bukan tak mungkin aturan tersebut memang inkonstitusional. Meski demikian, perubahan atau perbaikan terhadap aturan tersebut merupakan kewenangan dari para pembuat undang-undang yaitu pemerintah dan DPR. MK pun menilai para pengaju uji materi lebih baik mengusulkan revisi UU Pemilu kepada eksekutif dan legislatif.
(prc/frg)