Sentimen pada perdagangan hari ini datang dari global dan regional. Investor mencerna data yang memperlihatkan bahwa inflasi Amerika Serikat bulan lalu naik lebih cepat dari yang diantisipasi, sehingga memperkuat pandangan bahwa suku bunga acuan Bank Sentral AS mungkin perlu dipertahankan di tingkat yang tinggi untuk waktu yang lebih lama.
Tim Research Phillip Sekuritas Indonesia memaparkan, inflasi umum (headline CPI) AS tetap berada di 3,7% yoy pada September, melawan ekspektasi pasar yang sebesar ke 3,6% yoy.
Secara bulanan (month-to-month), inflasi umum naik 0,4%, melambat dari kenaikan sebelumnya 0,6% pada Agustus, namun masih lebih tinggi dari ekspektasi pasar yang sebesar 0,3%.
Sementara itu, inflasi inti (core CPI) tumbuh melambat menjadi 4,1% yoy, terendah sejak September 2021, dari sebelumnya mencapai 4,3% yoy.
“Pasar kontrak berjangka (futures) mempertimbangkan peluang sekitar 40% kenaikan suku bunga pada Desember, naik dari 28% peluang sebelum rilis data inflasi,” mengutip riset harian Tim Research Phillip Sekuritas.
Satu kali lagi, kenaikan sebesar 25 basis poin akan membawa suku bunga acuan Federal Funds Rate (FFR) ke kisaran 5,5-5,75%.
Seperti yang diwartakan Bloomberg News, Jamie Dimon pada Jumat memperingatkan risiko geopolitik yang serius dari meluasnya konflik Israel-Hamas.
"Ini mungkin adalah waktu paling berbahaya yang pernah dilihat dunia dalam beberapa dekade terakhir," kata CEO JPMorgan Chase & Co. tersebut dalam laporan pendapatan kuartal III-2023.
Israel mengatakan bahwa mereka sedang mempersiapkan tahapan berikutnya dari perang melawan Hamas yang akan mencakup "serangan terintegrasi dan terkoordinasi dari udara, laut, dan darat" di Jalur Gaza.
Dari regional, rilis data pada Jumat memperlihatkan inflasi China bergerak datar (flat) pada September, sementara inflasi di tingkat produsen (Producer Price Index/PPI) turun dengan laju yang lebih lambat, mengindikasikan tekanan deflasi yang masih berlanjut.
Inflasi tidak berubah, tumbuh 0% pada September, menyusul kenaikan 0,1% yoy pada bulan sebelumnya, dan lebih rendah dari konsensus pasar yang dapat menguat 0,2% yoy.
Data ini memberi indikasi tekanan deflasi masih terus terjadi dalam ekonomi China, sehingga memicu kekhawatiran mengenai keberlangsungan pemulihan ekonomi akibat lesunya permintaan.
Dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini akan mengumumkan data perdagangan internasional Indonesia periode September 2023. Adapun kinerja ekspor Indonesia diperkirakan terkontraksi, serta kinerja impor juga kemungkinan turun sehingga neraca perdagangan bisa terjaga surplus.
Konsensus pasar yang dihimpun Bloomberg menghasilkan angka median kontraksi (Pertumbuhan Negatif) 14,1% secara tahunan (year-on-year/yoy) untuk proyeksi ekspor. Sementara angka median untuk proyeksi pertumbuhan impor adalah -3,5% yoy.
Selanjutnya, konsensus Bloomberg untuk proyeksi Neraca Perdagangan RI menghasilkan angka median surplus U$ 2,15 miliar. Menyusut dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar US$ 3,12 miliar.
Jika sesuai konsensus, maka neraca perdagangan Indonesia akan membukukan surplus selama 41 bulan berturut-turut.
Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana memaparkan, IHSG terkoreksi 0,1% ke 6.926 dan masih disertai oleh munculnya volume penjualan, pergerakan IHSG pun kembali berada di bawah MA-20.
“Selama IHSG belum mampu menembus 7.055, maka pergerakan IHSG saat ini diperkirakan sedang berada pada bagian dari wave c dari wave (ii), sehingga pergerakan IHSG masih rawan terkoreksi untuk menguji rentang area 6.747-6.820,” papar Herditya dalam risetnya pada Senin (16/10/2023).
Bersamaan dengan risetnya, Herditya merekomendasikan saham-saham berikut BIRD, ESSA, EXCL dan UNVR.
Kemudian, Analis Phintraco Sekuritas memaparkan, IHSG rawan pullback ke support area 6.875-6.900 di Senin (16/10).
“IHSG membentuk upper shadow tinggi didukung dengan peningkatan volume di Jumat (13/10), sehingga IHSG rawan pullback lanjutan ke support area 6.875-6.900 hari ini. Hal ini juga didukung dengan Stochastic RSI yang masuk overbought area dan penurunan positive slope pada MACD,” tulisnya.
Melihat hal tersebut, Phintraco merekomendasikan saham-saham defensif dengan potensi rebound dan rebound lanjutan seperti HRUM, CPIN, JPFA, UNVR, CMRY, KLBF, AKRA dan RAJA pada Senin (16/10).
(fad/aji)