Perdana Menteri Anthony Albanese mengatakan dia menghormati keinginan rakyat Australia dan berusaha memberikan visi optimis ke depan.
“Sekarang tergantung pada kita semua untuk bersatu dan menemukan cara berbeda untuk mencapai tujuan yang sama,” katanya.
“Fakta sejarah bahwa sejarah Australia berusia 65.000 tahun tetap menjadi kebanggaan nasional,” ujarnya. “Mulai besok, kami akan terus menulis bab berikutnya dalam kisah besar Australia ini, dan kami akan menulisnya bersama. Dan rekonsiliasi harus menjadi bagian dari upaya tersebut.”
Selain mayoritas nasional, perubahan pada konstitusi Australia juga memerlukan dukungan setidaknya empat dari enam negara bagian – yang disebut mayoritas ganda. Hingga Sabtu malam, New South Wales, Victoria, Queensland, Tasmania, dan Australia Selatan diperkirakan akan memberikan suara menentang.
Penghitungan suara masih berlangsung di Australia Barat, dengan suara penolakan juga mendominasi di sana.
Hasil referendum yang menolak pemberian suara bagi para penduduk asli Australia itu menjadi kemunduran terhadap upaya rekonsiliasi dengan penduduk asli Australia dan pukulan politik terhadap pemerintahan Partai Buruh yang berhaluan kiri-tengah yang baru menjabat kurang dari 18 bulan.
Albanese berharap pemungutan suara ini akan menyatukan warga Australia dalam momen persatuan, namun yang terjadi malah sebaliknya di mana itu justru mengungkap perpecahan dan menimbulkan tuduhan rasisme.
Albanese telah memprakarsai referendum untuk memberikan keterwakilan yang lebih besar kepada penduduk Aborigin dan Penduduk Pribumi Selat Torres berdasarkan proposal yang diajukan oleh para tetua adat pada tahun 2017.
Namun jajak pendapat menjelang pemungutan suara menunjukkan penolakan yang luas terhadap "Suara untuk Parlemen", di mana masyarakat Australia khawatir hal itu akan memecah negara berdasarkan ras dan banyak yang masih belum mengetahui bagaimana cara kerja badan tersebut.
“Ini bukan kesalahan rakyat Australia,” kata Thomas Mayo, juru bicara kampanye ‘ya’, dalam sebuah wawancara di televisi ABC. “Merekalah yang berbohong kepada kami, kepada masyarakat Australia, merekalah yang harus kami salahkan.”
Kegagalan referendum akan merugikan Albanese secara politik dan merugikan dirinya secara pribadi, karena perdana menteri sering kali menunjukkan emosi saat berkampanye untuk amandemen tersebut.
“Ini adalah referendum yang tidak perlu dilakukan Australia,” kata pemimpin oposisi Partai Liberal sayap kanan Peter Dutton. “Apa yang kita lihat malam ini adalah jutaan warga Australia menolak referendum yang memecah-belah dari perdana menteri.”
Hasil ini menambah sejarah panjang kegagalan referendum di Australia sejak Federasi pada tahun 1901, dengan hanya delapan dari 45 upaya yang berhasil.
(bbn)