Grasi sendiri awalnya adalah hak istimewa atau perogratif presiden untuk memberikan pengampunan atau pembebasan pada terpidana. Usai amandemen UUD 1945, Presiden masih bisa memberikan grasi namun dalam pengawasan. Dalam beleid tersebut, presiden harus memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung dalam pemberian grasi.
Menurut Mahfud, grasi massal sendiri bukan kebijakan pertama pada Pemerintahaan Jokowi. Presiden pernah mengeluarkan banyak grasi pada saat Pandemi Covid-19. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kepadatan ruang tahanan dan mencegah penularan virus corona di lingkungan lapas.
Khusus grasi pengguna narkoba, dia berencana kebijakan tersebut selesai dan dapat dilaksanakan sebelum akhir masa jabatan Presiden Jokowi, Oktober 2024.
“Untuk rencana pemberian grasi massalnya itu diusahakan sebelum 2024 berakhir itu sudah bisa dilaksanakan," kata dia.
Pemerintah juga menyiapkan kebijakan baru bagi para terpidana kasus narkoba yang berperan sebagai pengedar dan bandar. Saat ini, kata Mahfud, Kepolisian, Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Kementerian Hukum dan HAM tengah menggodok rancangan tersebut.
Salah satunya adalah pembangunan penjara atau lapas dengan sistem keamanan tinggi bagi narapidana pengedar dan bandar Narkoba.
“Yang nanti juga insyaallah akan ditinjau oleh Presiden, peresmiannya di Nusa Kambangan,” ujar Mahfud.
(frg)