“Boleh saja minta [perpanjangan izin ekspor konsentrat. Namun, permohonannya] belum sampai [ke Kementerian ESDM],” ujarnya saat ditemui di kantornya, kemarin siang.
Arifin, bagaimanapun, mengisyaratkan bahwa pemerintah akan tetap berpegang pada keputusan untuk menyetop atau melarang ekspor konsentrat tembaga tahun depan, sesuai jadwal yang ditentukan.
Terlebih, pada April tahun ini, Pemerintah Indonesia sudah melunak dalam menerapkan tenggat larangan ekspor konsentrat tembaga yang sedianya diberlakukan per 11 Juni 2023.
Dalam hal ini, Presiden Joko Widodo akhirnya membolehkan PTFI dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara untuk tetap mengekspor konsentrat tembaga hingga pertengahan 2024, setelah perusahaan berdalih smelter baru belum siap beroperasi pada 2023 gegara progresnya terhambat pandemi Covid-19.
“Kan sudah [diputuskan bahwa ekspor konsentrat tembaga dilarang per pertengahan 2024]. Enggak ada itu [tambahan perpanjangan izin ekspor]. Perpanjangan ya nanti lagi,” ujar Arifin.
Lebih lanjut, Arifin mengatakan progres pembangunan smelter Manyar saat ini sudah mendekati 90%, dan diharapkan rampung pada Desember tahun ini.
“Dia [smelter] ini kan selesai Desember, yang mana [merupakan] ekspansi [smelter] eksisting. Dengan itu, nanti volume [produksi]-nya memang disesuaikan. Nah kalau [soal larangan ekspor konsentrat] 2024, ya kita belum lepas dari aturan,” tegasnya.
Sebelumnya, Presiden Direktur Freeport Indonesia Tony Wenas mengatakan progres proyek smelter milik perusahaan yang dibangun di Manyar, Gresik, Jawa Timur telah mencapai 78% per Agustus 2023.
Dia pun optimistis pabrik baru yang dapat memproduksi katoda tembaga terbesar di dunia itu bakal beroperasi pada Mei 2024, sesuai dengan syarat izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
"Progresnya per Agustus sudah 78%. Kami yakin Mei 2024 selesai, sudah mulai bisa beroperasi," ujar Tony saat wawancara bersama Bloomberg Technoz, medio bulan lalu.
Tony mengatakan, total investasi smelter Manyar hingga akhir tahun ini diproyeksi mencapai US$2,7 miliar atau setara Rp41,4 triliun. Smelter itu dirancang dengan kapasitas pengolahan untuk sekitar 1,7 juta ton konsentrat menjadi kurang lebih 600.000 ton katoda tembaga per tahun.
Smelter Manyar merupakan fasilitas pemurnian dan pengolahan konsentrat tembaga kedua milik PTFI yang tengah dibangun di Kawasan Java Integrated Industrial Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur dengan luas total sekitar 100 hektare (ha).
Proyek ini juga sempat menjadi musabab 'seteru' pemerintah dengan PTFI soal penetapan bea keluar dan keterlambatan pembangunan smelter yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 71/2023 tentang Perubahan Ketiga Atas PMK No. 39/2022 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.
Pada 2018, PTFI setuju untuk memperluas kapasitas smelter guna memproses semua konsentrat tembaganya di Indonesia. Namun, hingga saat ini proyek fasilitas pemurnian tersebut tercatat tidak kunjung mendekati rampung lantaran sempat terhambat pandemi Covid-19.
Hal itu membuat pemerintah kembali mengeluarkan peraturan yang mensyaratkan PTFI harus membayar bea keluar sebesar 7,5% jika proyek smelter Gresik itu tidak mencapai 70%—90% hingga akhir tahun ini.
(wdh)