Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Tidak disahkannya Peraturan Pengganti Undang Undang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker) menjadi UU oleh DPR dianggap makin menegaskan bahwa ada hal yang tidak semestinya dalam proses pembahasannya menuju UU. Hal itu diungkapkan peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia M. Nur Ramadhan.

Menurut dia, ditundanya pengesahan Perppu Ciptaker menjadi UU hingga sidang paripurna berikutnya menandakan bahwa perppu tersebut tidak dibuat dengan sebagaimana mestinya atau cacat formal. Tidak ada urgensi yakni hal yang genting dan mendesak yang memaksa pemerintah tidak bisa menunda pengesahannya.

"Kalau memang ditunda (pengesahannya) menjadi UU berarti tidak ada kegentingan atau sesuatu yang mendesak dari Perppu tersebut. Ini tentunya harus menjadi perhatian," katanya ketika dihubungi oleh Bloomberg Technoz pada Kamis petang (16/2/2023).

Sejumlah buruh melakukan aksi demo tolak iPerppu Omnibus Law Cipta Kerja di depan gedung DPR/MPR. (Bloomberg Technoz/ Sultan Ibnu Affan)

Seperti diketahui, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyetujui Perppu Ciptaker untuk dilanjutkan pada pembicaraan tingkat II yakni dalam rapat paripurna masa sidang berikutnya. Dari rapat tersebut diketahui dari sembilan fraksi yang hadir, hanya dua fraksi menolak penetapan Perppu tersebut yakni Fraksi Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Selain itu DPD RI juga turut menyatakan menolak Perppu tersebut dijadikan UU.

Perppu Ciptaker juga dinilai inkonsisten dengan hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyebut UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Ciptaker adalah inkonstitusional. Dalam pertimbangan putusan MK, UU Cipta Kerja dianggap cacat formil karena tata cara pembentukan UU Cipta Kerja tidak didasarkan pada cara dan metode yang pasti, baku dan standar serta sistematika pembentukan UU.

Kemudian dalam pembentukan UU Cipta Kerja diketahui terjadi perubahan penulisan beberapa substansi pascapersetujuan bersama DPR dan Presiden.

"Pembahasannya juga seperti terburu-buru dan tertutup, tidak melibatkan publik secara luas. Ini juga patut menjadi perhatian karena peraturan perundang-undangan ini perumusannya harus terbuka tidak boleh tertutup. Publik saja banyak yang tidak tahu dengan isi Perppu Ciptaker seperti apa dan apa perbedaannya dengan UU Ciptaker," paparnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto kepada awak media mengatakan bahwa Perppu Ciptaker adalah salah satu upaya untuk mengamankan ekonomi dari krisis ekonomi termasuk resesi.

Hal itu menurut dia menjadi kebutuhan mendesak mengingat kondisi global yang tak menentu, termasuk perang Ukraina-Rusia yang masih terjadi.

Sejumlah buruh melakukan aksi demo tolak iPerppu Omnibus Law Cipta Kerja di depan gedung DPR/MPR. (Bloomberg Technoz/ Sultan Ibnu Affan)

"Oleh karena itu kita memasuki periode berikutnya yang kita sebut periode Known Urcentainty jadi kita tahu uncertainty itu masih ada dan itu salah satunya ancaman stagflasi," kata Airlangga di Jakarta pada Kamis (26/1/2023) sebagaimana dikutip dari akun YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (27/1/2023).

Dia mengatakan, pemerintah harus menyiapkan kebijakan bak sedia payung sebelum hujan. Devisa hasil ekspor, lanjut Airlangga,akan menjadi buffer ekonomi. Kemudian Undang Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) akan menjadi buffer di sektor keuangan. Selain itu Airlangga juga menyebut bahwa Perppu Cipta Kerja juga menjadi buffer namun harus diselesaikan berbagai turunan peraturan pemerintah.

Sementara massa buruh berkali-kali turun ke jalan menolak pegesahan Perppu Ciptaker menjadi UU. Namun dominannya fraksi di DPR yang menerima perppu tersebut menunjukkan tinggal selangkah lagi Perppu Ciptaker akan diketok oleh legislatif.

Sementara Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP Arsul Sani mengatakan, kecil kemungkinan Perppu Ciptaker ditolak oleh DPR apabila melihat realitas politik yang terjadi saat ini.

"Realitas politiknya tidak mungkin juga kemudian mayoritas (anggota) DPR RI akan menolak," kata Arsul ketika ditemui di kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (16/2/2023)

(rez)

No more pages