Logo Bloomberg Technoz

Tetap Ada Risiko

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menilai, kondisi perbankan saat ini masih relatif stabil. Ini tercermin dari sejumlah indikator kesehatan bank domestik.

Perkembangan Industri Perbankan. (Sumber: OJK)

Meski begitu, ia tidak menampik risiko di balik sikap The Fed. Ia mengingatkan perbankan untuk mencermati dampak lanjutan dari tingginya ketidakpastian perekonomian maupun geopolitik global, khususnya karena kebijakan moneter global yang masih ketat (hawkish) dan termoderasinya perekonomian China sehingga dapat meningkatkan sentimen terhadap risiko likuiditas maupun risiko pasar.

Perbankan juga dihimbau untuk meningkatkan daya tahannya melalui penguatan permodalan dan pembentukan pencadangan secara memadai. “Dalam rangka mengukur ketahanan bank, selain melakukan stress test industri perbankan secara periodik, OJK juga meminta perbankan secara rutin melakukan stress test secara mandiri guna memastikan kekuatan tingkat permodalannya untuk mengukur kemampuannya dalam menyerap potensi penurunan kualitas kredit restrukturisasi,” jelas Dian.

Josua Pardede, Chief Economist Bank Permata menjelaskan, pelemahan rupiah akan memberikan dampak terhadap pinjaman dalam valuta asing (valas) karena nilai pinjaman meningkat secara relatif sesuai dengan pelemahan nilai tukar tersebut. 

Risikonya, peningkatan jumlah kewajiban akan mengakibatkan penurunan kemampuan debitur dalam pembayaran bunga dan pokok dari pinjaman. 

"Risiko akan cukup tinggi bagi debitur yang memiliki eksposur kewajiban valas namun dengan pendapatan rupiah yang menyebabkan debitur tersebut memiliki eksposur risiko currency mismatch. Ini menyebabkan peningkatan risiko kredit pada NPL perbankan," jelas Josua. 

Selain itu, dengan pelemahan nilai tukar rupiah di tengah ekspektasi potensi kenaikan suku bunga AS dalam jangka pendek juga berpotensi mempengaruhi pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perbankan, khususnya DPK valas.

DPK valas per Juni 2023 saja sudah turun 6,5% sejak awal tahun atau year to date (ytd), dari sebelumnya tumbuh 0,83% ytd pada Juni 2022.

"Meningkatnya eksposur dan permintaan kredit valas juga akan mendorong likuiditas valas yang juga semakin ketat. Oleh sebab itu, dalam memitigasi risiko tersebut, perbankan juga sudah memperkuat pencadangan di tengah meningkatnya risiko tingkat suku bunga bank sentral global yang dipertahankan tinggi dalam beberapa waktu ke depan, sehingga mendorong pelemahan rupiah, dimana kondisi tersebut akan mempengaruhi peningkatan risiko kredit perbankan," tutur Josua.

(dhf/dba)

No more pages