Logo Bloomberg Technoz

“Langkah China hari ini sebagian besar bersifat simbolis, dan kami tidak percaya China akan membahayakan pemulihan penerbangannya  dengan membatasi aksesnya ke suku cadang atau layanan yang terkait dengan armada pesawat komersialnya,” kata Ken Herbert, analis RBC, kepada klien melalui laporannya.

Lockheed, perusahaan pertahanan terbesar di dunia, mengatakan pihaknya bekerja "dekat dengan pemerintah AS dalam setiap penjualan militer ke pelanggan internasional." Perusahaan tersebut mengatakan bahwa mereka secara ketat mematuhi kebijakan pemerintah dalam kesepakatan semacam itu.

Di sisi lain, juru bicara Raytheon menolak berkomentar.

Pemberitahuan Kementerian Perdagangan China itu menyatakan perusahaan akan didenda dua kali nilai kontrak penjualan senjata mereka ke Taiwan sejak September 2020 dengan pemberlakuan ketentuan ini tanpa menyebutkan jumlahnya. Perusahaan diharuskan membayar dalam waktu 15 hari apabila itu terjadi.

China selama ini menganggap Taiwan yang memiliki pemerintah dan sistem demokratis sebagai bagian dari wilayahnya. Beijing telah lama mengeluh tentang AS yang memasok senjata ke Taiwan.

Sehari sebelum pengumuman, China telah memperingatkan bahwa mereka akan membalas AS atas reaksi berlebihan dalam pertengkaran yang sedang berlangsung soal balon China.

Washington berpendapat bahwa balon itu memata-matai dan menembak jatuh, sementara Beijing mengklaim itu adalah alat pengumpul data cuaca yang terbang keluar jalur tanpa disengaja.

Tidak jelas apakah sanksi terbaru ini akan mencegah pertemuan antara Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Wang Yi, diplomat tinggi China di sela-sela Konferensi Keamanan Munich pekan ini. Blinken sebelumnya telah membatalkan perjalanan yang direncanakan ke Beijing bulan ini ketika drama balon China terjadi.

“Ini adalah pesan ke AS, tetapi juga untuk konsumsi domestik – untuk menunjukkan posisi keras China,” kata Dongshu Liu, asisten profesor yang berspesialisasi dalam politik China di City University of Hong Kong.

“Konsekuensi ekonomi mungkin tidak sekuat dalam hal politik. Perusahaan-perusahaan itu tidak berbisnis di China. Mereka mungkin menghadapi beberapa batasan sebagai akibat dari sanksi baru ini, tetapi tetap saja, itu sebagian besar bersifat simbolis secara politis,” lanjutnya.

Ketidakjelasan Efek Sanksi

Kementerian Perdagangan China akan melarang perdagangan dengan kedua perusahaan tersebut serta memblokir investasi baru dari keduanya, menurut pernyataan tersebut. Jika perusahaan melanggar dan tidak membayar denda dalam waktu 15 hari, mereka dapat menaikkan denda.

Selain itu, mereka akan menghapus izin kerja dan izin tinggal untuk manajer senior perusahaan dan melarang mereka masuk ke negara tersebut.

Feng Chucheng, mitra konsultasi independen Plenum yang berbasis di Beijing mengatakan tindakan ini menunjukkan bahwa pembalasan China tetap ditargetkan menanggapi penjualan senjata AS ke Taiwan, di mana China telah mengajukan protes berkali-kali di masa lalu.

“China konsisten dengan apa yang mereka terapkan selama ini.”

China sebelumnya pernaj mengancam sanksi terhadap entitas AS yang mengganggu keamanan nasionalnya di masa lalu. Pada tahun 2020, China dikabarkan akan menjatuhkan sanksi pada unit pertahanan Boeing Co., Lockheed Martin, dan Raytheon setelah Departemen Luar Negeri AS menyetujui penjualan senjata ke Taiwan.

Adapun September lalu, Beijing mengatakan akan memberikan sanksi kepada dua eksekutif puncak di Boeing dan Raytheon atas kesepakatan senjata AS dengan Taiwan, tetapi tidak memberikan perincian tentang tindakan tersebut.

“Memasukkan dua perusahaan yang sudah pernah dikenai sanksi ke dalam daftar membuktikan bahwa Kementerian Perdagangan China ingin bergerak santai dan bereksperimen dengan cara membuat daftar entitas yang tidak dapat diandalkan itu,” menurut Andy Chen, analis senior di konsultan Trivium China yang berbasis di Beijing.

Daftar tersebut, menurut Andy, dibuat dengan tergesa-gesa sebagai tanggapan terhadap yurisdiksi jangka panjang AS.

“Tetapi China tidak siap untuk menerapkannya pada saat itu karena kurangnya pengalaman — dan mungkin personel — untuk melaksanakannya.

--Dengan asistensi Julie Johnsson, Li Liu, Rebecca Choong Wilkins dan Kari Lindberg.

(bbn)

No more pages