Erick Thohir yang terpilih menjadi ketua umum mengusung janji memperbaiki kualitas dan masa depan sepak bola. Hal yang akan dia lakukan yakni melanjutkan Liga 2 dan Liga 3 kemudian menerapkan VAR di Liga 1. VAR singkatan dari video assistant referee itu adalah teknologi kamera video yang digunakan untuk membantu wasit dalam mengambil keputusan berdasarkan rekaman pertandingan. Teknologi ini diterapkan FIFA pada Piala Dunia 2018 di Rusia.
Selain itu Erick juga mengatakan bakal membenahi kualitas wasit. Dia juga mengatakan akan membangun training center untuk tim nasional Indonesia.
Misi dan janji Erick ini ditanggapi mantan pemain andalan timnas Indonesia Kurniawan Dwi Yulianto. Pria yang kini menjadi asisten pelatih di klub Como, Italia itu mengucapkan selamat kepada ketua umum dan semua yang terpilih dalam KLB. Namun dia menambahkan bahwa persoalan sepak bola Indonesia tak semata hal-hal yang disampaikan Erick. Ada hal-hal mendasar di lapangan yaitu pembinaan usia dunia untuk mencari bakat dan merawat bakat itu menjadi pesepak bola andal.
Dia mengatakan, sebagai orang "lapangannya" sepak bola, dari waktu ke waktu dia menyaksikan janji-janji dan visi misi pengurus PSSI baru yang tampaknya sangat bagus. Namun demikian berhenti pada tataran ide dan formalitas. Kurniawan juga menyoroti kompetisi kelompok usia dini yang belum beres. Padahal bila merujuk pada negara-negara dengan kualitas sepak bola yang sudah baik maka kompetisi tersebut harus menjadi komponen yang tak boleh diabaikan.
"Orang lapangan sih jangan pernah melupakan proses tentang prestasi itu perlu proses. Masalah kita di sini pembinaan usia dini," kata Kurniawan Dwi Yulianto lewat sambungan telepon kepada Bloomberg Technoz, Kamis petang (16/2/2023).
Menurut dia, Erick sendiri sebenarnya terbukti sebagai seorang profesional dan memang berpotensi untuk membawa transformasi di tubuh PSSI meski tak mudah karena mungkin masih ada orang-orang lama. Hanya secara teknis menurutnya bisa disikapi misalnya dengan Erick memiliki tim sendiri yang benar-benar bisa dipercaya dan kompeten membangun PSSI dan sepak bola. Termasuk hal ini bisa juga menjadi cara untuk menghadapi masalah mafia sepak bola yang tidak dibantah Kurniawan masih ada.
"Jadi mereka orang profesional harusnya hitam putih jangan abu-abu. Jangan ada rekayasa mulai dari youth level, club licensing. Menurut saya pak Erick bisa punya tim sendiri yang benar-benar bisa dipercaya. Seperti misalnya saya sebagai pelatih bisa mengajak orang yang saya percayai dan kompeten," lanjut mantan striker andalan Indonesia itu.
Pengamat sepak bola M Kusnaeni turut menanggapi saat ditanya perihal prospek ketum baru PSSI tersebut. Tak hanya soal ketum, Kusnaeni juga memberi pendapat soal keberadaan Menpora Zainudin Amali di struktur kepengurusan PSSI.
Orang lapangan sih jangan pernah melupakan proses tentang prestasi itu perlu proses. Masalah kita di sini pembinaan usia dini
Kurniawan Dwi Yulianto
Dia menilai, kombinasi ketum dan waketum saat ini cukup menjanjikan. Meskipun harus diakui bahwa ricuhnya proses pemilihan waketum menjadi catatan yang kurang baik. Namun secara individu, figur-figur tersebut kata dia layak dinanti buah kerjanya.
Erick Thohir menurut dia tak perlu diragukan soal pengalamannya dalam sepak bola dengan rekam jejak pernah menjadi pemilik klub Inter Milan. Sementara Ratu Tisha yang bukan orang baru adalah figur yang amat familiar dan paham soal PSSI. Ratu Tisha sebelumnya pernah menjadi Sekjen PSSI. Lalu soal Zainudin Amali, kata dia, memang tak ada aturan yang melarang menpora maupun figur pemerintah untuk maju menjadi calon. Amali yang menjabat menpora itu justru menurutnya bisa menjembatani PSSI dengan pemerintah dalam banyak hal. Termasuk kata dia, soal biaya bagi kompetisi liga hingga pembangunan pusat pelatihan nantinya.
"Terlepas dari prosesnya yang memang cukup mengejutkan ya kehadiran menpora memang tak dilarang. Sisi positifnya dia adalah orang yang punya akses bisa memajukan pembinan usia muda juga kelembagaan. PSSI kan mau tak mau bergantung dengan pemerintah, mau bangun training center juga masih mengemis dari pemerintah," kata Kusnaeni saat dihubungi pada Kamis malam (16/2/2023).
Menurut dia level sepak bola Indonesia belum pada tahap industri. Oleh karena itu memang perlu bantuan pemerintah hingga mengakselerasi ke tahapan itu.
"Belum tepat kalau kita hanya bilang mau independen," kata dia lagi.
Sementara soal problem mafia bola menurutnya akan berpotensi bisa ditangani oleh orang yang berpengalaman. Figur itu ada pada Erick Thohir yang kini menjadi ketum PSSI. Para pemimpin lanjut dia, harus bisa meniupkan semangat perubahan dan sekuat tenaga dengan menggunakan pengalamannya demi sepak bola yang lebih baik.
Diketahui dalam pidato pertama sebagai ketum PSSI di venue KLB Hotel Shangri-La, Erick Thohir menyampaikan sejumlah hal dengan singkat. Dalam salah satu pesannya dia menyisipkan pentingnya persatuan.
"Kalau kita bersatu kita bersama lupakan perbedaan cari persatuan, insyaallah kita bisa wujudkan kemenangan Indonesia. Dengan segala kerendahan hari ayo kita rajut kembali untuk sepak bola dengan hati kita dengan cinta kita, terima kasih," kata Erick Thohir dikutip dari siaran YouTube PSSI TV jelang penutupan KLB.
Ricuh Waketum
Pemilihan waketum memang menjadi sorotan dalam KLB PSSI pada Kamis malam. Suara-suara untuk nama calon tertentu yang tak muncul dalam penghitungan menjadi alasan protes. Hal itu dialami sendiri oleh perwakilan Asosiasi Provinsi (Asprov) DI Yogyakarta Wahyudi Kurniawan. Dia menceritakan bahwa pada penghitungan pertama calon yang dia pilih dan calon yang dipilih sejumlah voters malah tak muncul sama sekali. Hal itu yang membuat terjadi protes dan teriakan untuk dilakukan pengulangan. Oleh karena itu dilakukan penghitungan ulang.
Menpora Zainudin Amali yang tadinya terdepan dalam penghitungan pertama menjadi posisi tiga usai hasil penghitungan ulang. Wahyudi yang merupakan Wakil Ketua Asprov DIY mengatakan dia sempat mau menginterupsi dan ternyata voters lain juga ikut melakukannya.
"Ternyata setelah diulang baru keluar (namanya). Ya harapannya sih kami bukan masalah apa-apa mau siapa pun yang menang enggak masalah asal dilakukan dengan fair play yang terpenting proses ini berjalan dengan baik," kata Wahyudi saat dihubungi Bloomberg Technoz pada Kamis malam (17/2/2023) sepulangnya dia dari KLB.
Menurutnya, tak masuk akal hal seperti ini hanya sebatas human error atau kelalaian manusia. Sementara soal tugas ketum membereskan sepak bola diakuinya masih menumpuk. Namun yang pasti ketum baru harus bisa membawa sepak bola kembali ke posisi yang seharusnya yaitu milik masyarakat.
"Masih banyak lagi PR yang harus diselesaikan Liga 2 Liga 1 bagaimana menjadikan sepak bola bisa dinikmati semua warga Indonesia," imbuhnya.
Koordinator Save Our Soccer Akmal Marhali juga mengungkapkan hal-hal yang perlu menjadi catatan dalam KLB. Menurutnya, pemilihan ketum PSSI gambaran fair play sepak bola. Namun pemilihan waketum bak permainan Indonesia yang masih tarkam alias tarung kampung yang tidak berjalan dengan adil dan transparan.
Dia juga menyoroti Menpora Zainudin Amali yang menjadi waketum dan menurutnya justru mempermalukan posisi pemerintah. Apalagi dalam penghitungan suara waketum yang pertama, suara untuk Amali jelas tampak digelembungkan.
"Menpora harusnya mencontohkan sportivitas. Walaupun tak dilakukan pak Zainuddin Amali tapi kan faktanya suaranya digelembungkan," kata Akmal saat dihubungi pada Kamis malam (16/2/2023).
Dia lebih jauh menilai Zainudin Amali seharusnya memilih saja menjadi menpora atau waketum PSSI. Menurut Akmal tugas berat di PSSI dan sepak bola Indonesia adalah pekerjaan yang harus dilakukan dengan total. Belum lagi jika ada masalah maka justru pemerintah yang bisa terseret. Dikhawatirkan konflik kepentingan juga bisa terjadi.
Pemilihan waketum kata dia juga menjadi cerminan bahwa yang paling tidak ingin sepak bola maju adalah voters karena malah memilih orang yang posisinya layak dipertanyakan.
"Ini kan juga mengukur wajah pak Presiden Jokowi," kata dia soal menpora tersebut.
(ezr)