Tingkat imbal hasil US Treasury terbang di semua tenor, dengan UST-10 tahun melesat hingga 13,9 bps ke kisaran 4,69%. Aksi jual di pasar surat utang marak baik di pasar negara maju maupun berkembang, ditandai dengan indeks harga obligasi yang kompak di zona merah. Pasar saham Amerika juga dilanda aksi jual semalam. Sementara indeks dolar AS kembali tergerus melejit setelah dua hari membukukan pelemahan.
Data inflasi AS pada September yang dirilis tadi malam waktu Indonesia, memperlihatkan, negeri itu mencatat kenaikan laju inflasi dalam tiga bulan berturut-turut secara tahunan. Kendati inflasi inti bulan lalu turun sesuai ekspektasi, akan tetapi angka inflasi IHK tahunan yang melampaui ekspektasi pasar membuat 'taruhan' atas kenaikan bunga acuan Fed fund rate di sisa tahun ini kembali membesar.
Di pasar swap, para pedagang telah mengantisipasi dengan mengerek probabilitas kenaikan FFR pada November atau Desember dengan peluang lebih tinggi di akhir tahun. Semula, ekspektasi naiknya lagi FFR tergerus rendah usai risalah rapat the Fed memperlihatkan bank sentral AS itu menggeser fokus dari menaikkan bunga menjadi mempertahankan level bunga tinggi lebih lama sembari mewaspadai risiko pengetatan terlalu berlebihan.
Di pasar spot, nilai tukar rupiah kemarin ditutup menguat sangat tipis hanya 3 bps di kisaran Rp15.690/US$. Sementara kurs tengah BI, JISDOR, ditutup menguat di level lebih lemah Rp15.702/US$. Pergerakan rupiah dengan penguatan tipis itu sejalan dengan valuta Asia kemarin yang mayoritas juga menguat melawan dolar AS.
Di pasar derivatif, kontrak nondeliverable forward (NDF) rupiah 1 pekan diperdagangkan melemah di kisaran Rp15.735/US$ sampai pukul 6:40 WIB, Jumat (13/10/2023). Sedangkan NDF 1 bulan diperdagangkan di rentang Rp15.727/US$.
Rupiah tahun ini mencetak rekor terlemah di posisi Rp15.735/US$ pada 10 Oktober lalu ketika modal asing di SBN tercatat keluar dari pasar surat utang sekitar Rp528 miliar. Sementara keesokan harinya asing kembali menjual obligasi RI hingga Rp1,28 triliun. Level rupiah itu menjadi yang paling lemah, setidaknya sejak awal April 2020, periode ketika pandemi Covid-19 tengah ganas-ganasnya memicu krisis di seluruh dunia.
-- dengan bantuan M. Julian Fadli.
(rui)