Pada penutupan perdagangan kemarin, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun naik hampir menyentuh 3,87%, tertinggi tahun ini.
Pencarian keuntungan sepertinya menjadi alasan utama China mengalihkan dana dari obligasi pemerintah AS ke MBS, kata Zerlina Zeng, Senior China Credit Analyst di CreditSights Inc yang berbasis di Singapura.
“MBS masih underperformed karena bank sentral tidak lagi membelinya. Ini membuat volatilitas suku bunga meningkat dan kurang diminati perbankan komersial. Hasilnya, yield MBS naik pada paruh kedua tahun lalu dan jadi lebih menarik ketimbang obligasi pemerintah AS,” jelas Zeng.
Yield yang ditawarkan US Agency Bonds sudah tiga kali lipat di atas titik terendah yang terjadi pada November 2021.
China memang masih menjadi investor asing terbesar di obligasi pemerintah AS, disusul Jepang. Namun kepemilikan China terus berkurang dan kini berada di titik terendah sejak Juni 2010.
Berdasarkan catatan JPMorgan Chase & Co, kepemilikan China di obligasi pemerintah AS tercatat 27,9% per November 2022. Turun dibandingkan posisi akhir 2021 yang 32,9%.
China dikabarkan siap membeli US Agency Bonds senilai US$ 75 miliar (Rp 1.138,2 triliun) tahun ini, kata Brad Setser, Senior Fellow di Council of Foreign Relations, lembaga think-tank yang berbasis di Washington.
“China sepertinya ingin lebih mengambil risiko demi mendapatkan yield lebih tinggi. Yield MBS naik signifikan dibandingkan obligasi pemerintah dan China tidak khawatir devisanya disimpan di tempat yang agak asing,” tulis Setser.