Meski demikian, Hendra menyebut permintaan batu bara untuk sektor di luar ketenagalistrikan PT PLN (Persero) masih tinggi. Dia menilai industri semen, kertas, pupuk, pertekstilan, dan bahkan pabrik pengolahan (smelter) masih membutuh batu bara dalam jumlah besar ke depannya.
“Saya melihat belum ada substitusi untuk menggantikan batu bara di industri-industri tersebut,” ujarnya.
Tidak hanya itu, dia optimistis permintaan batu bara di luar negeri pun masih akan tinggi. Dengan demikian, menurutnya, kemungkinan industri batu bara Indonesia melakukan PHK besar-besaran sangatlah kecil, meski negara sedang mengejar target bauran EBT.
“Lalu, hal yang perlu diperhatikan juga, cadangan batu bara di perusahaan-perusahaan itu kan terbatas; kira-kira untuk 60 tahun asumsinya. Perusahaan-perusahaan batu bara juga dibatasi oleh masa berlaku izin,” lanjutnya.
“Sekalipun perusahaan punya cadangan batu bara sampai 100 tahun, kalau izinnya sudah habis, perpanjangannya hanya 20 tahun. Jadi melihat transisi energi ke depannya, ya kita juga menyadari [kebutuhan tenaga kerja] akan berkurang [...] karena perusahaan batu bara akan tutup secara alami.”
Menurutnya, perusahaan batu bara yang paling waswas akan terjadinya PHK adalah yang memiliki cadangan dan rencana jangka panjang, termasuk rencana untuk bertransformasi mengembangkan bisnis energi hijau.
Perusahaan-perusahaan tersebut, kata Hendra, mulai memikirkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga ahli masa depan yang dibutuhkan dalam misi transformasi mereka.
“Namun, tidak semua perusahaan. Hanya beberapa yang punya cadangan dan rencana jangka panjang. [Perusahaan] yang lain, sebagian besar di Indonesia itu kan perusahaan–perusahaan kecil, yang cadangannya tidak banyak,” tuturnya.
Sebelumnya, riset yang dilakukan oleh Global Energy Monitor (GEM) menyebutkan industri batu bara dunia akan menghadapi pengurangan jumlah hingga 1 juta pekerja pada 2050, sebagai imbas komitmen transisi energi global. Beberapa negara Asia seperti China, India, dan Indonesia diperkirakan menjadi negara yang paling terdampak.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh GEM, industri pertambangan global setidaknya telah mempekerjakan sekitar 2,7 juta orang yang tersebar dari 70 negara dan 3.232 perusahaan tambang, yang menghasilkan 90% batu bara dunia.
Mayoritas pekerja tersebut berasal dari China, yang mendominasi 80% atau sekitar 1,5 juta orang, India 337.000 orang, dan Indonesia sebesar 160.000 orang.
"China, India, dan Indonesia menjadi tiga negara teratas dengan penghasil batu bara— yang mempunyai tiga kali jumlah penambang batu bara seperti negara lain di dunia jika digabungkan," tulis dokumen riset yang dilansir Selasa (10/10/2023) tersebut.
Untuk meminimalisasi hal itu, Direktur program Batu Bara GEM, Ryan Driskell Tate mengimbau kepada pemerintah untuk segera membuat langkah-langkah mitigasi, sebagai upaya penjagaan jaringan sosial para pekerja, dan memastikan kesejahteraannya.
"Pemerintah perlu menanggung beban yang sama untuk memastikan transisi yang terkelola bagi para pekerja dan masyarakat seiring kita beralih ke ekonomi energi yang ramah lingkungan," ujarnya.
(wdh)