Adapun sebelumnya, pada Sabtu (14/1/2023) lalu telah terjadi bentrok antarkaryawan PT GNI di Kabupaten Morowali Utara, Provinsi Sulawesi Tengah yang menyebab 3 orang tewas yang 1 di antaranya adalah tenaga kerja asing (TKA).
Penyebab bentrok tersebut disinyalir karena dipicu adanya provokasi atau ajakan mogok kerja. Ajakan mogok kerja tersebut muncul karena adanya beberapa peristiwa tentang masalah industrial yang sedang dirundingkan, yang menimbulkan pro kontra antarpekerja yang berakhir dengan ricuh. Selain itu kata Kapolri, diembuskan kabarnya adanya TKA China yang memukul pekerja lokal yang memprovokasi pekerja di sana. Bentrokan maut tersebut menyebabkan dua korban tewas.
“Peristiwa bentrok yang terjadi di perusahaan smelter GNI ini dipicu karena adanya provokasi yang muncul karena ada ajakan mogok kerja dan ada beberapa peristiwa yang terkait dengan masalah industrial, yang saat itu sedang dirundingkan.” kata Sigit.
Setelah kejadian bentrokan tersebut, saat ini kondisi di lokasi dilaporkan polisi sudah terkendali. Berdasarkan informasi dari PT GNI, Sigit mengatakan bahwa mulai besok, Selasa (17/1/2023), aktivitas industri di PT GNI akan dimulai kembali.
Sigit berharap bahwa pembukaan dan pengoperasian kembali aktivitas produksi di PT GNI tersebut akan menjadi nilai tambah cadangan devisa dalam negeri pada sektor mineral yang juga saat ini menjadi program pemerintah dalam hilirisasi industri.
“Dan tentunya, produk dari kegiatan Smelter ini tentunya kan juga memiliki nilai tambah bagi negara, khususnya dalam hal penambahan devisa terkait dengan program hilirisasi industri,” lanjutnya.
Untuk diketahui, berdasarkan laman informasi website perusahaan, PT GNI adalah milik pengusaha asal China yang bernama Tony Zhou Yuan yaitu salah satu perusahaan yang memproduksi olahan bijih nikel menjadi feronikel dan billet stainless steel yang telah mengembangkan jalur 25 jalur produksi dan menghasilkan 1,9 juta Nickel Pig Iron (NPI) per tahun.
PT GNI bersama dengan 3 perusahaan yang juga memproduksi nikel lainnya merupakan bagian dari rencana besar program hilirisasi industri pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan nilai bahan baku mineral dalam negeri yang telah menerima investasi sebesar US$ 8 miliar atau sekitar Rp 120 triliun pada tahun 2022.
(ibn)