Di kala the Fed kini diperkirakan akan lebih dovish pekan ini ditambah dengan pecah konflik di Jalur Gaza, para pedagang di pasar surat utang masih memperkirakan bank sentral Amerika akan mempertahankan stance kebijakan higher for longer. Itu berarti korelasi pergerakan dengan yield US treasury akan berlanjut membebani pasar obligasi dalam negeri.
Suplai SBN yang lebih melimpah di tengah kebijakan bank sentral AS 'higher for longer' akan membuat harga surat utang Indonesia terus melemah, menurut Lin Jing Leong, Senior Emerging Market Soverign Analyst di Columbia Threadneedle Investment di Singapura seperti dilansir oleh Bloomberg News, Kamis (12/10/2023).
Analis Citigroup Inc Gaurav Garg menambahkan, tanpa adanya pasokan yang menguntungkan, tekanan terhadap pasar obligasi pemerintah RI terpicu aksi jual di pasar fixed income global bisa semakin nyata. Imbal hasil SBN 10 tahun dinilai baru akan menarik saat mendekati 7,4%, menurut analis. Level itu masih berjarak 68 bps dari level yield saat ini yang terpantau di kisaran 6,72%.
Pemerintah juga terlihat lebih lebih toleran terhadap imbal hasil yang lebih tinggi, bila melihat hasil lelang SBN belakangan ini. Selisih antara permintaan yield tertinggi dan terendah dalam lelang, biasa disebut dengan istilah auction tail, terlihat sangat lebar, menunjukkan pemerintah sangat bersemangat menentukan harga obligasi meski permintaan tengah rendah.
Auction tail untuk SBN tenor 20 tahun mencapai 19 bps, terlebar sepanjang tahun ini dan di atas rata-rata tahun berjalan yang sebesar 2,3 bps. Untuk SBN tenor 5, 15 dan 30 tahun juga mencatat jarak yang lebar tahun ini.
Investor global sejauh ini masih bersikap bearish terhadap obligasi Indonesia, setelah menarik dana sebesar US$ 314 juta hanya pada Oktober ini, melanjutkan arus keluar bulan sebelumnya yang mencapai US$ 1,09 miliar yang merupakan arus keluar terbesar sejak hampir satu tahun.
Bank Indonesia mengumumkan pekan lalu bahwa mereka membeli obligasi di pasar untuk “membangun kepercayaan”. Pembelian tersebut sepertinya tidak akan menghidupkan kembali harga, namun mungkin membatasi aksi jual, kata Vijay Kannan, ahli strategi makro di Societe Generale SA di Singapura.
(rui)