Logo Bloomberg Technoz

“Kalau kita lihat belakangan ini hampir semua mata uang emerging market Asia dan bahkan G-10 mengalami pelemahan terhadap dolar AS. Ini di-trigger oleh pernyataan hawkish dari pejabat the Fed (bank sentral AS) dan kondisi ekonomi Eropa yang melambat. Lebih belakangan adalah konflik di Timur Tengah (Hamas-Israel). Artinya faktor utama pencetusnya adalah faktor eksternal,” papar Edi kepada Bloomberg Technoz.

Sebagai informasi, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan 6 mata uang utama dunia) sempat menyentuh 107 pada pekan lalu, tertinggi sejak November 2022. Dalam sebulan terakhir, indeks ini menguat 1,02%.

BI, lanjut Edi, tetap melakukan berbagai upaya untuk menjaga stabilitas rupiah. Bank sentral masuk ke pasar melakukan intervensi di pasar.

“Kami masuk pasar baik di pasar valas (spot dan DNDF) maupun pasar SBN (pembeliaan SBN),” ujarnya.

Langkah tersebut, menurut Edi, sudah membuahkan hasil.

“Kami melihat pelaku pasar di pasar SBN dan pasar valas terbangun confidence-nya. Terlihat pembeliaan SBN jangka panjang oleh pelaku domestik terlihat kembali sehingga pergerkan yield sudah relatif manageable. Tekanan jual asing di pasar SBN juga relatif melambat,” ungkapnya.

Edi berpandangan, hal terpenting yang bisa dilakukan BI adalah menjaga kepercayaan pasar. Untuk itu, pasokan valas di pasar harus memadai.

“Penting menjaga market confidence, yaitu keseimbangan supply-demand valas di pasar tetap terjaga, termasuk market confidence di pasar SBN yg sempat secara signifikan mengalami pelemahan, sejalan pelemahan di pasar US Treasury,” tuturnya.

(aji)

No more pages