Saat menghadiri Konferensi Cipher Brief Threat, mantan direktur CIA Michael Hayden dan David Petraeus juga turut berkomentar melalui tautan video. Menurut mereka ada kegagalan intelijen yang fatal untuk sebuah negara yang dikenal canggih dalam spionase.
Israel telah menghabiskan puluhan tahun untuk mengembangkan operasi mata-mata rumit. Proyek bahkan mencakup jaringan informan yang dalam, pengawasan luas, dan terbaru. Tercipta pula perangkat software mata-mata yang dapat mengubah ponsel menjadi alat penyadap.
Israel membentuk Unit 8200 - operator siber militer - setelah kegagalan intelijen yang mendahului perang Yom Kippur. Pertempuran ini dimulai hampir 50 tahun sebelum operasi Hamas—yang dilabeli AS sebagai kelompok penjahat. Unit 8200 adalah divisi intelijen terbesar di Pasukan Pertahanan Israel.
Petraeus kemudian secara khusus menyoroti Shin Bet, lembaga keamanan internal Israel, juga Mossad, badan intelijen eksternalnya. Keduanya telah gagal memperhitungkan aspek regional, kata dia. Timbul pertanyaan mengapa militer Israel tidak siap.
Norman Roule, mantan manajer intelijen nasional untuk Iran di Kantor Direktur Intelijen Nasional, menyalahkan “kegagalan intelijen internasional.” AS, Inggris, dan Uni Eropa memiliki tanggung jawab untuk memahami apa yang terjadi,sebut Roule..
Beth Sanner, mantan kepala harian intelijen kepresidenan, mengatakan bahwa Israel seperti telah mengabaikan tanda-tanda peringatan strategis atas memanaskan isu di Gaza. Intelijen gagal memahami sifat ancaman yang akan segera terjadi dan serius.
“Mereka pada dasarnya salah memahami tujuan, sasaran, dan kemampuan Hamas,” katanya. Komentar lain menganggap ini jauh dari kemampuan intelijen.
Jeffrey Wells, pakar intelijen siber dan peneliti tamu di George Mason University, mengatakan bahwa Israel mungkin memiliki terlalu banyak hal yang harus dipikirkan. Ia menjabarkan fokus Israel tidak hanya Hamas, tapi juga Hizbullah, Lebanon, Iran dan potensi ancaman dari Suriah.
Terdapat pula tuntutan keamanan yang terus meningkat di Tepi Barat, wilayah yang padat pemukiman baru.
Israel dari dalam juga bergejolak. Ratusan ribu orang memprotes rencana Perdana Menteri Benjamin Netanyahu merombak sistem peradilan dan meningkatkan kekuasaan parlemen atas Mahkamah Agung. Protes ini meluas hingga ke para perwira cadangan di unit siber elit Israel — beberapa di antaranya menolak tugas cadangan, tegas Haaretz.
Wells, yang juga berhubungan dengan para operator siber Israel sejak lama samoa sekarang, berpendapat bahwa semua ini mungkin telah mengalihkan perhatian Israel.
Unit 8200, tambah Wells, juga telah kehilangan talenta dalam beberapa tahun terakhir, meski dampaknya tidak jelas. “Dulunya merupakan pusat dari para pemikir teknologi elit negara ini, banyak sekarang telah beralih ke dunia keamanan siber komersial yang sedang berkembang pesat, terpancing gaji tinggi dan ambisi kewirausahaan.
Alon Arvatz, mantan anggota Unit 8200 yang masih berhubungan dengan para anggota unit tersebut menepis anggapan bahwa ada dampak konkret terhadap kapasitasnya. Dia mengatakan mengenal anggota Unit 8200 yang saat ini berada di luar negeri dan kembali ke Israel untuk membantu.
Presiden AS Biden menugaskan intelijennya “untuk memastikan Israel memiliki apa yang dibutuhkan.”
Matthew Olsen, asisten jaksa agung untuk divisi keamanan nasional Departemen Kehakiman, mengkonfirmasi bahwa AS bekerja untuk memahami apakah Iran berperan dalam serangan tersebut. Pekerjaan lainnya memastikan apakah intelijen Israel dan intelijen lainnya memiliki informasi tentang rencana tersebut sebelumnya.
Hayden mengatakan kepada saya bahwa ia berpikir bahwa tujuan utama di balik serangan tersebut adalah menggagalkan langkah Arab Saudi untuk mendekatkan diri dengan Israel dan berpotensi menormalkan hubungan diplomatik.
Sejauh ini, operasi siber tidak banyak berperan dalam serangan tersebut, kata Rob Joyce, direktur keamanan siber di National Security Agency (NSA).
Pada konferensi tersebut, Joyce menyebutkan hanya ada serangan penolakan layanan dan perusakan web yang kecil, tapi mencatat bahwa hal ini dapat berubah.
“Akan ada pihak lain yang terlibat dalam pertarungan ini. Bukan hanya Hamas," katanya, tanpa menyebutkan pihak atau negara tertentu.
Joyce berharap dapat melihat aksi hacktivist dari para peretas yang tidak terafiliasi. Meskipun tidak terlalu canggih secara teknis, mereka masih menunjukkan “kemampuan yang sangat besar” untuk mengancam arus informasi, keuangan perusahaan, dan bahkan infrastruktur penting, katanya.
Yossi Appleboum, CEO perusahaan keamanan siber Sepio, Inc, dan mantan operator siber di Unit 8200, mengatakan bahwa para peretas mengambil keuntungan dari pergeseran langsung ke pekerjaan remote di Israel sejak aksi Hamas dimulai.
Phishing dan social engineering terhadap perusahaannya, yang melindungi lebih dari selusin jaringan keuangan, pemerintah, infrastruktur penting dan manufaktur Israel, telah meningkat dua kali lipat sejak serangan pada hari Sabtu.
John Hultquist, pemimpin intelijen ancaman di Google’s Mandiant dan memiliki tim di Israel, setuju: Baik Iran maupun Hamas memiliki program yang dapat digunakan untuk melakukan spionase, operasi informasi, dan serangan gangguan dalam waktu dekat.
(bbn)