"Dari setiap penyajian data dalam Rapat Dewan Gubernur BI, saya selalu memperhatikan di saat-saat [rupiah] terjadi tekanan, ada permintaan yang sangat besar dari satu perusahaan negara yaitu Pertamina. Sekitar dua pertiga dari total permintaan valas di pasar adalah untuk memenuhi kebutuhan Pertamina," demikian diceritakan oleh Darmin, dikutip Rabu (11/10/2023).
Pertamina membutuhkan valas dalam jumlah besar untuk mengimpor minyak. Darmin bercerita, Pertamina kala itu selalu memenuhi kebutuhan valas mereka dengan membeli langsung atau spot di pasar domestik. "Bahkan saya dengar kebutuhan dipenuhi melalui transaksi 'today' dengan penyelesaian transaksi pada hari yang sama," katanya.
Alhasil, karena pola transaksi itu, harga dolar berapapun akan diborong oleh Pertamina. Ini memicu banyak pihak menahan valas mereka dan menunggu harga atau kurs dolar lebih tinggi lagi karena mereka yakin pasti akan dibeli oleh Pertamina.
"Bagi saya, situasi ini tidak bisa dibiarkan. Saya harus mengambil keputusan untuk mengisolasi Pertamina dari pasar," tegas Darmin.
Dengan isolasi itu, Pertamina tidak bisa langsung masuk ke pasar agar rupiah tetap stabil. Sebelumnya, Pertamina diharuskan membeli devisa dari tiga bank BUMN. Akan tetapi, tidak seluruhnya bisa dipenuhi.
Darmin pun akhirnya menghubungi tiga direktur bank BUMN ketika itu yaitu Zulkifli Zaini (Bank Mandiri), Sofyan Basir (BRI) dan Gatot M. Suwondo (BNI). Lalu, Darmin bertemu dengan Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan ketika itu untuk membahas kebijakan lanjutan.
"Pasar yang sehat ditandai dengan tiadanya dominasi pemain tertentu. Yang terjadi saat itu adalah semacam monopsoni pasar valas karena di saat-saat tertentu, Pertamina menjadi pemain besar di sisi permintaan dan menyebabkan harga valas rentan terangkat melampaui harga wajar dan membentuk eskalasi pelemahan rupiah,"
Darmin Nasution, Gubernur BI periode 2010-2013
"Pasar yang sehat ditandai dengan tiadanya dominasi pemain tertentu. Yang terjadi saat itu adalah semacam monopsoni pasar valas karena di saat-saat tertentu, Pertamina menjadi pemain besar di sisi permintaan dan menyebabkan harga valas rentan terangkat melampaui harga wajar dan membentuk eskalasi pelemahan rupiah," jelas Darmin.
Ketika itu bank sentral dan Kementerian BUMN akhirnya menyepakati isolasi Pertamina dari pasar valas. Pertamina akhirnya diminta untuk menyampaikan proyeksi kebutuhan valas selama setahun ke depan. Sementara untuk memastikan Pertamina mendapatkan valas, BUMN ini bisa memanfaatkan fasilitas pinjaman jangka pendek dengan beberapa bank yang bisa bermanfaat saat harga dolar terlalu mahal. Pertamina bisa memanfaatkan 'trust receipt'.
"Ke depan, saya membayangkan terobosan lain adalah pemberian subsidi BBM dalam bentuk valas pada Pertamina. Aktivitas migas menghasilkan valas dari penerimaan ekspor dan pajak migas. Selama ini, penerimaan valas tersebut diambil alih bank sentral sehingga menambah likuiditas rupiah dan peningkatan cadangan devisa," kata Darmin.
Sebelumnya, Bank Indonesia menyebut kejatuhan nilai tukar rupiah kemarin hingga menembus rekor pelemahan baru melampaui Rp15.700an, disebut bukan sebagai dampak dari hengkangnya dana asing keluar dari pasar domestik.
Bank Indonesia mengatakan, tekanan yang dihadapi rupiah sebagian adalah karena permintaan valas dari korporasi yang tinggi. Salah satunya adalah dari BUMN besar, kata Direktur Eksekutif Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Edi Susianto, seperti dilansir dari Bloomberg News, Rabu (11/10/2023).
BUMN dengan kebutuhan valas besar di antaranya adalah Pertamina di mana perusahaan migas ini mencatat kebutuhan valas hingga US$ 2,5 miliar hingga US$ 3 miliar per bulan, menurut perkiraan Bahana Sekuritas.
Rupiah terjatuh ke kisaran Rp15.735/US$ pada perdagangan Selasa kemarin. Sementara sampai siang hari ini, rupiah terlihat berhasil bangkit dengan melenggang lebih kuat ke kisaran Rp15.705/US$ pada pukul 13:09 WIB. Sepanjang siang ini rupiah sempat menyentuh titik terkuat di Rp15.690/US$.
(rui/aji)