Bloomberg Technoz, Jakarta – Direktur Utama (Dirut) Defend ID Bobby Rasyidin mengatakan, berbeda dengan saham-saham industri pertahanan negara lain yang terbang pascapeningkatan ketegangan geopolitik Israel-Hamas, Indonesia tidak mendapatkan manfaat dari konflik tersebut.
Menurutnya, selama ini negara-negara yang berkonflik memang belum melirik Indonesia sebagai negara yang bisa memenuhi kebutuhan alat utama sistem senjata (alutsista).
Sebab, PT Len Industri atau Holding BUMN Industri Pertahanan Defend ID sendiri baru beroperasi selama 1,5 tahun. Sementara itu, perusahaan pertahanan yang masuk ke dalam perusahaan 100 teratas rata-rata telah berusia ratusan tahun.
“Positifnya, senjata kita tidak digunakan untuk bunuh manusia. Negatifnya, pekerjaan rumah kita bagaimana kita nanti harus ada di global supply chain teknologi alutsista ini,” ujar Bobby dalam kegiatan Ngopi BUMN, Selasa (10/10/2023).
Bobby menyebutkan, saham industri pertahanan memang mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan geopolitik. Hal ini terjadi karena adanya selisih antara kebutuhan dan pasokan alutsista yang semakin melebar (backlog).
Bahkan, Bobby mencontohkan, terdapat perusahaan Lockheed Martin yang sebelumnya bisa memproduksi pesawat 2 tahun setelah masuknya pesanan, sekarang menjadi 7—8 tahun.
Selain itu, terdapat beberapa negara yang enggan untuk mengekspor alutsista, contohnya China. Negeri Panda enggan mengekspor pesawat nirawak (drone) karena itu dianggap sebagai teknologi yang krusial.
“China tidak mau ekspor drone karena, bagi Pemerintah China, drone itu classified technology yang krusial, kiritkal, jadinya tidak mau ekspor lagi,” ujarnya.
Adapun, hampir semua ekspor yang telah dilakukan oleh Defend ID diperuntukkan untuk operasi kemanusiaan, bukan untuk perang. Sejak beroperasi, Defend ID baru mendapatkan kontrak kapal militer yang digunakan untuk operasi kemanusiaan.
“Contoh PT PAL tadi dapat (order) kapal LPD itu kapal besar kapal militer, tidak untuk perang, tetapi operasi kemanusiaan,” ujarnya.
“Begitu juga LPD Filipina 120 meter itu sama, kapal perang tapi peruntukannya untuk operasi kemanusiaan,” tutupnya.
(dov/wdh)