Meski Netanyahu masih akan terus berkuasa, kegagalan intelijen dan keamanan mengejutkan negara itu. Dia tampaknya akan membayar hal ini secara politik, sama seperti Golda Meir ketika dia mengundurkan diri setelah Suriah dan Mesir melancarkan serangan secara tiba-tiba pada 1973.
Pengamat mengatakan perbedaan politik dipinggirkan karena perang dengan Hamas, tetapi nasih Netanyahu tampaknya hanya tinggal menunggu waktu karena kegagalan intelijen.
"Aksi unjuk rasa menjatuhkan [Golda] Meir, tetapi setelah perang berakhir," kata Yoel Esteron, pendiri harian Israel Calcalist, Senin (9/10/2023).
"Menurut saya hal itu akan terjadi juga kali ini. Ada kemungkinan besar dibentuk satu pemerintah darurat bersatu. Tetapi apakah itu akan berlanjut setelah perang? Menurut saya tidak," tambahnya.
Akibat tantangan yang akan dihadapi nanti - perang melawan Hamas sekarang dimulai dengan serangan udara tetapi bisa dilanjutkan dengan serangan darat - Israel kini tidak berkutat pada penyebab kegagalan mengetahui serangan itu, tapi pada strategi perang. Penyelidikan terkait mencegah serangan tersebut akan dilakukan setelah semua berakhir.
Salah satu alasan agar ada persatuan adalah kekhawatiran akan terjadi lagi serangan kejutan seperti Hamas yang dilancarkan oleh kelompok Hezbollah di Lebanon.
Baik Hamas dan Hezbollah didukung oleh Iran yang merupakan musuh utama Israel. Kedua kelompok ini memiliki ribuan rudal yang ditempatkan di peluncur rahasia, dan sebagian dari rudal itu memiliki kemampuang menyerang hingga Tel Aviv.
Ada juga kekhawatiran jika Israel sepenuhnya masuk ke Jalur Gaza, Hezbollah akan memanfaatkan kesempatan untuk menyerang dari utara.
Pemerintah Amerika Serikat pimpinan Presiden Joe Biden telah mengirim kapal induk USS Gerald FOrd dan sejumlah kapal perang ke wilayah Mediterania untuk mengatasi ancaman dari Hezbollah itu.
"Skala besar dan kebrutalan serangan itu telah menyatukan Israel," kata Joshua Hantman, mantan pejabat pemerintah yang juga pegiat aksi protes. "Saya menonton rekaman penculikan anak-anak dan eksekusi di jalan-jalan Israel. Anda tidak bisa melupakan itu dengan cepat."
Serangan ini terjadi pada hari Sabtu yang merupakan hari Sabbath dan libur Yahudi. Ketika dua ribu roket dan rudal ditembakkan ke kota-kota Israel, membuat mobil dan rumah terbakar, sekitar seribu pejuang Hamas menerobos pagar perbatasan, masuk ke wilayah Israel dengan paraglide, motor dan kapal.
Rekaman video memperlihatkan skala pembantaian, seperti penembakan ratusan kaum muda yang menghadiri festival musik ruang terbuka. Para saksi mata dikutip media Israel mengatakan warga yang belum tewas dijadikan sandera.
"Mereka datang dari rumah ke rumah," ujar Danny Fuchs, dari Beeri Kibutz yang merupakan satu pemukiman di Gaza Timur, kepada koran Yedioth Ahronoth. "Mereka masuk ke tempat perlindungan dan menyandera atau membunuh warga. Terkadang mereka membunuh semua orang. Kadang mereka menculik anak-anak dan membunuh orang tua mereka, atau sebaliknya. Kami bersembunyi di para-para rumah kami."
Dua hari setelah serangan itu masih ada keluarga yang terkurung di rumah mereka di Israel selatan karena dilarang keluar oleh pejuang Hamas. Informasi yang berkembang di Tel Aviv adalah para pejuang Hamas berhasil bergerak ke wilayah utara dan bersembunyi di dalam kota itu.
Diperkirakan Hamas menyandera sekitar 100 orang warga Israel yang kini telah dibawa ke Jalur Gaza. Salah satu kelompok Hamas, Jihad Islam, mengatakan menahan 30 orang dan baru akan membebaskan mereka jika tahanan di Israel di bebaskan.
Israel memiliki catatan sejarah panjang dalam melindungi tentara dan warga sipil yang ditangkap musuh dan membebaskan banyak tahanan agar warga itu dilepas. Tetapi kemarahan saat ini sangat tinggi karena para pengamat militer mengatakan para sandera bisa menjadi korban serangan tersebut.
"Kita harus menolak untuk berunding," ujar Jenderal yaakov Amidror, mantan Penasehat Keamanan Nasional Netanyahu. "Israel tidak bisa berunding tentang mereka."
Seorang pejabat senior Israel mengatakan tidak ada perundingan semacam itu yang kini berjalan.
Seorang juru bicara Hamas mengatakan kepada stasiun TV Al Jazeera bahwa jika Israel menyerang gedung-gedung warga sipil tanpa peringatan, kelompok itu akan membunuh satu sandera setiap jam.
Rencana menghancurkan infrastruktur Hamas diajukan sebagai upaya menghentikan kemungkinan kelompok ini bisa kembali Israel di masa depan. Jalur Gaza yang padat akan dibom; jumlah korban dari pihak sipil akan tinggi. Saat ini sebanyak 560 warga Palestina tewas karena Israel menyerang gedung-gedung di wilayah padat penduduk sehingga warga sulit mencari tempat aman.
Pasok listrik, makanan dan air yang masuk lewat Israel telah diputus.
"Gaza akan benar-benar ditutup," kata Menteri Pertahanan Yoav Gallant kepada para tentara Israel, Senin (9/10/2023).
Letnan Kolonel Richard Hecht, juru bicara Angkatan Bersenjata Israel, menolak apakah mereka akan memberitahu warga di Gaza sebelum melakukan pengeboman. Dia mengatakan yang terjadi saat ini adalah perang dan militan Hamas yang masuk ke Israel pada Sabtu juga tidak merasa perlu memberi peringatan.
Hingga Sabtu (7/10/2023), Benjamin Netanyahu yang meski memiliki kekuatan cukup besar dengan dukungan koalisi partai-partai keagamaan dan sayap kanan menghadapi masalah politik karena kebijakan populisnya menyebabkan aksi protes di jalan.
Tetapi dia tampaknya juga akan mencapai satu prestasi politik dengan membukukan kesepakatan rumit dengan AS dan Arab Saudi terkait normalisasi hubungan dengan Arab Saudi dengan imbalan jaminan keamanan dari AS untuk Arab Saudi.
Perundingan normalisasi hubungan ini akan terhenti karena Israel berkonsentrasi di operasi militer balasan. Sulit diperkirakan perundingan itu nanti akan dibuka kembali, dengan atau tanpa Netanyahu. Baik AS dan Arab Saudi ingin agar kesepakatan itu terus berjalan, tetapi sulit dilaksanakan ketika wilayah yang dirundingkan berkobar karena perang.
Selain itu ada juga tekanan lain dari perang dengan Hamas ini. Jika berlangsung lama dan korban tewas semakin banyak, opisi masyarakat Arab akan menyulitkan pemerintah Arab Saudi untuk kembali ke meja perundingan. Tetapi jika Israel menang dengan cepat, sejumlah pengamat mengatakan perundingan bisa diselamatkan.
Di dalam negeri, pemerintah Israel dikritik keras karena mengatakan sudah memiliki prestasi lebih baik dari pihak lain dalam menjaga keamanan negara. Sejumlah pihak mengatakan perhatian Netanyahu untuk melindungi dan mempromosikan pemukiman Yahudi di Tepi Barat membuat negara itu menempatkan banyak tentara di sana dan tidak cukup menempatkan tentara di dekat Gaza.
Seperti perang tahun 1973, kegagalan mengantisipasi serangan juga dipandang sebagai kegagalan konsep berupa keyakinan bahwa musuh terlalu takut atau terhalang untuk berani menyerang.
Dalam kasus serangan Hamas, kepemimpinan kelompok ini selama dua tahun memberi kesan bahwa mereka hanya berusaha menjadi badan pemerintah di Gaza dan mengurangi posisi sebagai pasukan tempur. Kelompok ini tidak terlibat dalam sejumlah pertikaian antara Israel dan Jihad Islam yang baru-baru ini terjadi untuk memusatkan perhatian mendapatkan kesempatan kerja di Israel bagi warga Gaza.
Setelah perang pecah di Timur Tengah ini, belum jelas apakah Hamas sudah merencanakan serangan ini sejak lama. Kemungkinan serangan itu baru direncanakan untuk mencoba mengagalkan kesepakatan normalisasi hubungan dengan Arab Suadi yang pada akhirnya tidak menguntungkan Palestina. Atau memanfaatkan perpecahan di dalam negeri Israel.
Belum jelas juga mengenai kekuatan pengaruh Iran.
Amos Yadlin, mantan direktur di dinas intelijen militer Israel, mengatakan Republik Islam Iran ini memimpin sikap anti-Amerika dan anti-kekuatan Israel di Timur Tengah, dan baru-baru ini memutuskan untuk berinvestasi dalam mendukung Palestina.
Yadlin menyebut setiap tahun Iran mengalokasikan dana sebesar US$1 miliar untuk Hezbollah dan US$100 juta untuk Hamas.
Di dalam negeri israel, serangan ini untuk sementara mengakhiri gerakan aksi protes. Lee Moser, pemodal ventura yang menjalankan organisasi yang memimpin gerakan protes itu, mengatakan kelompoknya sekarang mengubah kegiatan menjadi membantu upaya perang.
Moser mengatakan berhasil mengumpulkan dana sebesar US$10 juta dalam lima jam untuk peralatan dan pasok, dan jutaan donasi sudah ditawarkan.
"Kami bekerja dengan pemerintah dan militer," ujarnya. "Semua pihak sadar, jika ingin menang kita harus bersatu."
Para politisi pun melakukan hal serupa. Pemimpin oposisi Benny Gantz mengatakan ini adalah waktu untuk bersatu dan "tampil sebagai pemenang."
Netanyahu, yang sudah memimpin Israel lebih lama dari perdana menteri lain dan sekarang dalam masa jabatan keenam, belum mengumumkan kesepakatan persatuan. Mitra koalisinya dan oposisi mengajukan syarat untuk membentuk hal itu.
(bbn)