Terdapat solusi dua negara yang berakar pada rekomendasi Komisi Peel tahun 1937 untuk membuat partisi di wilayah Palestina yang dikuasai Inggris (British Mandatory Palestine) guna menghentikan kekerasan antara warga Arab dan Yahudi.
PBB kemudian menerapkan rencana pemisahan berbeda pada 1947, tetapi kelompok Arab menolak kedua rencana itu sehingga Israel kemudian menyatakan kemerdekaan pada 1948. Perang Arab-Israel pertama pun terjadi. Periode ini menyebabkan lebih dari 500 ribu warga Palestina mengungsi.
Dalam perang 1967, Israel berhasil merebut wilayah yang dikuasai Arab yaitu Jalur Gaza, Tepi Barat dan Yerusalem Timur sehingga warga wilayah itu hidup di bawah pendudukan militer Israel. Situasi ini menumbuhkan rasa nasionalisme di kalangan warga Palestina.
Perlawanan Palestina yang dimulai pada 1987 menyebabkan 1.200 warga Palestina dan 200 warga Israel tewas. Perlawanan ini mendorong satu perundingan rahasia yang berujung dengan Perjanjian Oslo 1993. Sebagai langkah sementara, Palestina mendapat kewenangan terbatas untuk memerintah sendiri dengan entitas Otorita Palestina.
2. Penyebab Perjanjian Oslo Tidak Kuat
Pendudukan militer, pembangunan pemukiman yahudi dan kekerasan terus terjadi sementara kedua kubu gagal memecahkan masalah yang menghalangi terwujudnya kesepakatan akhir yang dijanjikan. Kesepatan akhir ini kemungkinan berupa pendirian satu negara Palestina.
Gelombang perlawanan Palestina kedua, 2000-2005, lebih banyak memakan korban. Sebagian besar negara dunia sudah mengakui Palestina sebagai satu negara, tetapi hal ini tidak berdampak di lapangan: Israel masil memiliki kendali penuh di wilayah itu.
Sejumlah penghalang dalam perundingan Israel-Palestina antara lain adalah: lokasi garis perbatasan, bagaimana berbagi Yerusalem dan status pengungsi Palestina.
Pada 2005, Israel memutuskan untuk menarik tentara dan para pemukim Yahudi dari Jalur Gaza, sementara mengunci garis depan dan kemudian memblokade wilayah itu setelah Hamas merebut kendali wilayah itu dari Otorita Palestina pada 2006. Pada akhirnya Gaza menjadi lokasi peluncuran roket, mortir, dan pengerahan prajurit Palestina ke Israel.
3. Pandangan Israel dan Palestina Soal Solusi Dua Negara
Jajak pendapat yang dilakukan oleh Israel dan Palestina pada 2022 menemukan bahwa dukungan pada solusi dua negara mencapai tingkat terendah sejak 2016. Survey ini menemukan bahwa solusi itu hanya didukung oleh 33% warga Palestina dan 34% warga Israel.
4. Alternatif Lain
Banyak warga Israel mendukung gagasan memperluas kedaulatan Israel setidaknya ke sebagian wilayah Tepi Barat, di mana lokasi pembangunan pemukiman Yahudi terus dilakukan.
Pendukung pencaplokan ini mengatakan Israel berhak untuk menguasai secara permanen wilayah Tepi Barat yang disebut mereka dengan nama Judea dan Samaria, nama dalam kitab agama mereka, yang merupakan pusat peradaban Yahudi.
Jika Israel akhirnya mengendalikan lebih banyak warga Palestina di Tepi Barat, Israel harus memutuskan apakah menawarkan kewarganegaraan yang akan mengurangi posisi warga Yahudi sebagai mayoritas penduduk atau membuat mereka tetap tidak memiliki kewarganegaraan yang memperkuat tuduhan apartheid.
Jajak pendapat Desember 2020 itu menunjukkan bahwa 37% warga Yahudi Israel menginginkan solusi yang mendirikan satu negara non-demokratis dimana warga Palestina tidak memiliki hak yan gsama. Sementara itu, 30% warga Palestina menginginkan satu negara yang didominasi Palestina. Hanya sejumlah kecil warga dari dua bangsa ini yang mendukung satu negara dengan hak yang sama bagi semua warganya.
(bbn)